Rabu, 18 Mei 2011

Mengenal Jalan Sufi

      Selama ini kita mengel jalan sufi adalah sebuah jalan yang  sepi n sendiri melenggang dalam sunyi tanpa komunitas, lazim disebut uzlah, withdrawal  alias mengasingkan diri dari hiruk pikuk dunia lalu menepi ke gunung-gunung, gua-gua, desa-desa terpencil n hutan-hutan. Padahal jalan sufi tidaklah seperti itu, tetapi sebuah jalan bertapak tapak dalam mencari Tuhan dalam hingar bingar dinamika kehidupan dunia yang mempesona ini. Ada tapak dalam pasar saat melakukan transaksi ekonomi, ada tapak dalam laut ketika menjala ikan, ada tapak dalam kantor publik waktu memberikan pelayanan masyarakat dan juga ada tapak dalam hati saat evaluasi diri sendiri, sepi n sunyi. Jadi jalan sufi ada keterkaitan antara jalan spiritual-sakral  dengan jalan material-profan. Tautan dengan dunia memberikan peluang bagi pertumbuhan spiritual, peluang mengaplikasikan cinta, kesadaran sosial, kemurahan hati dan ketakterikatan. Syekh Muzaffir, seorang guru sufi modern mengatakan, "Biarkan tanganmu sibuk dengan tugas-tugasmu di dunia dan biarkan hatimu sibuk dengan Tuhan"  

      Ketika hati kita membeku, dingin, sinis dan berlapis duri dalam menapaki dunia profan ini sekedar penuhi nafsu hewani, maka dengan memasuki lorong spiritual sufi maka hati kita menjadi sehat kembali. lalu lahirlah cinta, pelayanan dan perasaan baru yang bisa membantu kita untuk lebih dekat kepada Tuhan. Salah satu pelayanan terbesar yang kita bisa kerjakan adalah, kata Al-Jerrahi, membantu menyembuhkan hati orang lain yang sedang terluka. Tangan kita dibuat untuk mengangkat mereka yang terjatuh, untuk menitipkan air mata bagi mereka yang menderita dengan cobaan hidup di dunia ini. Syekh Muzaffir juga mengatakan, "Sebuah kata yang baik akan menghaluskan hatimu dan setiap kata atau tindakan yang melukai akan mengeraskan hatimu"
      Ada sebuah kearifan dalam hati yang jauh berbeda dengan kearifan yang ada dalam kepala. Sebab kepala dapat terkecoh dengan realitas, namun hati yang arif dapat melihat dengan melampaui bentuk bentuk lahiriah menuju esensi realitas. Seperti kata seorang guru sufi, "Siapapun dapat mempelajari bentuk luar salat dan ibadah ibadah mahdloh yang lain, tapi jalan sufi ingin mengembangkan hati yang sanggup beribadah". Sedang Zun an Nun berdendang, : Para sufi adalah mereka yang telah melebihkan Tuhan di atas segala sesuatu, sehingga Tuhan melebihkan mereka di atas segala sesuatu.
       Sementara itu el-Irine menulis, "Kita para sufi adalah pecinta keindahan. Karena kita telah meninggalkan dunia, hal itu tidak berarti bahwa kita harus tampak menderita atau miskin. Tetapi tidak juga berdiri di luar dan menarik perhatian yang tak semestinya. Kita berbuat seperti orang lain berbuat dan kita berbusana seperti orang lain berbusana. Kita adalah orang-orang yang wajar dan hidup dengan kehidupan yang wajar. Kita akan selalu mentaati hukum yang berlaku di tanah air tempat kita hidup, tetapi dalam realitasnya kita melampaui hukum-hukum manusia, sebab kita hanya mentaati hukum Tuhan. Kita pasrah di mana saja dan seutuhnya kita merdeka. Wallahu a'lam bisshowab               Selama ini kita mengel jalan sufi adalah sebuah jalan yang  sepi n sendiri melenggang dalam sunyi tanpa komunitas, lazim disebut uzlah, withdrawal  alias mengasingkan diri dari hiruk pikuk dunia lalu menepi ke gunung-gunung, gua-gua, desa-desa terpencil n hutan-hutan. Padahal jalan sufi tidaklah seperti itu, tetapi sebuah jalan bertapak tapak dalam mencari Tuhan dalam hingar bingar dinamika kehidupan dunia yang mempesona ini. Ada tapak dalam pasar saat melakukan transaksi ekonomi, ada tapak dalam laut ketika menjala ikan, ada tapak dalam kantor publik waktu memberikan pelayanan masyarakat dan juga ada tapak dalam hati saat evaluasi diri sendiri, sepi n sunyi. Jadi jalan sufi ada keterkaitan antara jalan spiritual-sakral  dengan jalan material-profan. Tautan dengan dunia memberikan peluang bagi pertumbuhan spiritual, peluang mengaplikasikan cinta, kesadaran sosial, kemurahan hati dan ketakterikatan. Syekh Muzaffir, seorang guru sufi modern mengatakan, "Biarkan tanganmu sibuk dengan tugas-tugasmu di dunia dan biarkan hatimu sibuk dengan Tuhan" 
      Ketika hati kita membeku, dingin, sinis dan berlapis duri dalam menapaki dunia profan ini sekedar penuhi nafsu hewani, maka dengan memasuki lorong spiritual sufi maka hati kita menjadi sehat kembali. lalu lahirlah cinta, pelayanan dan perasaan baru yang bisa membantu kita untuk lebih dekat kepada Tuhan. Salah satu pelayanan terbesar yang kita bisa kerjakan adalah, kata Al-Jerrahi, membantu menyembuhkan hati orang lain yang sedang terluka. Tangan kita dibuat untuk mengangkat mereka yang terjatuh, untuk menitipkan air mata bagi mereka yang menderita dengan cobaan hidup di dunia ini. Syekh Muzaffir juga mengatakan, "Sebuah kata yang baik akan menghaluskan hatimu dan setiap kata atau tindakan yang melukai akan mengeraskan hatimu"
      Ada sebuah kearifan dalam hati yang jauh berbeda dengan kearifan yang ada dalam kepala. Sebab kepala dapat terkecoh dengan realitas, namun hati yang arif dapat melihat dengan melampaui bentuk bentuk lahiriah menuju esensi realitas. Seperti kata seorang guru sufi, "Siapapun dapat mempelajari bentuk luar salat dan ibadah ibadah mahdloh yang lain, tapi jalan sufi ingin mengembangkan hati yang sanggup beribadah". Sedang Zun an Nun berdendang, : Para sufi adalah mereka yang telah melebihkan Tuhan di atas segala sesuatu, sehingga Tuhan melebihkan mereka di atas segala sesuatu.
       Sementara itu el-Irine menulis, "Kita para sufi adalah pecinta keindahan. Karena kita telah meninggalkan dunia, hal itu tidak berarti bahwa kita harus tampak menderita atau miskin. Tetapi tidak juga berdiri di luar dan menarik perhatian yang tak semestinya. Kita berbuat seperti orang lain berbuat dan kita berbusana seperti orang lain berbusana. Kita adalah orang-orang yang wajar dan hidup dengan kehidupan yang wajar. Kita akan selalu mentaati hukum yang berlaku di tanah air tempat kita hidup, tetapi dalam realitasnya kita melampaui hukum-hukum manusia, sebab kita hanya mentaati hukum Tuhan. Kita pasrah di mana saja dan seutuhnya kita merdeka. Wallahu a'lam bisshowab               Selama ini kita mengel jalan sufi adalah sebuah jalan yang  sepi n sendiri melenggang dalam sunyi tanpa komunitas, lazim disebut uzlah, withdrawal  alias mengasingkan diri dari hiruk pikuk dunia lalu menepi ke gunung-gunung, gua-gua, desa-desa terpencil n hutan-hutan. Padahal jalan sufi tidaklah seperti itu, tetapi sebuah jalan bertapak tapak dalam mencari Tuhan dalam hingar bingar dinamika kehidupan dunia yang mempesona ini. Ada tapak dalam pasar saat melakukan transaksi ekonomi, ada tapak dalam laut ketika menjala ikan, ada tapak dalam kantor publik waktu memberikan pelayanan masyarakat dan juga ada tapak dalam hati saat evaluasi diri sendiri, sepi n sunyi. Jadi jalan sufi ada keterkaitan antara jalan spiritual-sakral  dengan jalan material-profan. Tautan dengan dunia memberikan peluang bagi pertumbuhan spiritual, peluang mengaplikasikan cinta, kesadaran sosial, kemurahan hati dan ketakterikatan. Syekh Muzaffir, seorang guru sufi modern mengatakan, "Biarkan tanganmu sibuk dengan tugas-tugasmu di dunia dan biarkan hatimu sibuk dengan Tuhan" 
      Ketika hati kita membeku, dingin, sinis dan berlapis duri dalam menapaki dunia profan ini sekedar penuhi nafsu hewani, maka dengan memasuki lorong spiritual sufi maka hati kita menjadi sehat kembali. lalu lahirlah cinta, pelayanan dan perasaan baru yang bisa membantu kita untuk lebih dekat kepada Tuhan. Salah satu pelayanan terbesar yang kita bisa kerjakan adalah, kata Al-Jerrahi, membantu menyembuhkan hati orang lain yang sedang terluka. Tangan kita dibuat untuk mengangkat mereka yang terjatuh, untuk menitipkan air mata bagi mereka yang menderita dengan cobaan hidup di dunia ini. Syekh Muzaffir juga mengatakan, "Sebuah kata yang baik akan menghaluskan hatimu dan setiap kata atau tindakan yang melukai akan mengeraskan hatimu"
      Ada sebuah kearifan dalam hati yang jauh berbeda dengan kearifan yang ada dalam kepala. Sebab kepala dapat terkecoh dengan realitas, namun hati yang arif dapat melihat dengan melampaui bentuk bentuk lahiriah menuju esensi realitas. Seperti kata seorang guru sufi, "Siapapun dapat mempelajari bentuk luar salat dan ibadah ibadah mahdloh yang lain, tapi jalan sufi ingin mengembangkan hati yang sanggup beribadah". Sedang Zun an Nun berdendang, : Para sufi adalah mereka yang telah melebihkan Tuhan di atas segala sesuatu, sehingga Tuhan melebihkan mereka di atas segala sesuatu.
       Sementara itu el-Irine menulis, "Kita para sufi adalah pecinta keindahan. Karena kita telah meninggalkan dunia, hal itu tidak berarti bahwa kita harus tampak menderita atau miskin. Tetapi tidak juga berdiri di luar dan menarik perhatian yang tak semestinya. Kita berbuat seperti orang lain berbuat dan kita berbusana seperti orang lain berbusana. Kita adalah orang-orang yang wajar dan hidup dengan kehidupan yang wajar. Kita akan selalu mentaati hukum yang berlaku di tanah air tempat kita hidup, tetapi dalam realitasnya kita melampaui hukum-hukum manusia, sebab kita hanya mentaati hukum Tuhan. Kita pasrah di mana saja dan seutuhnya kita merdeka. Wallahu a'lam bisshowab              









 

 

 

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar