1. Penegrtian Filsafat Ilmu.
Filsafat Ilmu, tulis Beerling dkk, adalah penyelidikan tentang ciri ciri pengetahuan ilmiah dan cara-cara untuk memperolehnya. Dengan kata lain, filsafat ilmu sesungguhnya merupakan suatu penyelidikan lanjutan. Karena, lanjut Beerling dkk, apabalia para penyelenggara perbagai ilmu melakukan penyelidikan terhadap obyek-obyek serta masalah-masalah yang bejenis khusus dari masing-masing ilmu iltu sendiri, maka orang pun dapat melakukan penyelidikan lanjutan terhadap kegiatan-kegiatan ilmiah tersebut.
Dalam suatu segi, filsafat ilmu adalah sebuah tijauan kritis tentang pendapat-pendapat ilmiah dewasa ini dengan perbandingan dengan pendapat-pendapat lampau yang telah dibuktikan atau dalam kerangka ukuran-ukuran yang dikembangkan dari pendapat-pendapat demikian itu, tetapi filsafat ilmu demikian jelas bukan suati cabang ilmu yang bebas dari praktek ilmiah senyatanya ( Robert Ackermann, dalam The Liang Gie, 2000)
Sementara itu, The Liang Gie, menyatakan bahwa filsafat ilmu adalah segenap pemikiran reflektif terhadap persoalan-persoalan mengenai segala hal yang menyangkut landasan ilmu maupun hubungan ilmu dengan segala segi dari kehidupan manusia.
Filsafat ilmu merupakan salah satu cabang dari Ilmu Filsat. Kalu ilmu filsafat didefinisikan sebagai kegiatan berefleksi secara mendasar dan integral, maka filsafat ilmu, menurut Koento Wibisono Siswomiharjo, adalah refleksi mendasar dan integral mengenai hakekat ilmu pengetahuan itu sendiri.
Filsafat ilmu (Philosophy of Science, Wissenschaftlehre, Wetenschapsleer), lanjut Siswomiharjo, merupakan penerusan dalam pengembangan filsafat pengetahuan, sebab pengetahuan ilmiah tidak lain adalah 'a higher level' dalam perangkat pengetahuan manusia dalam arti umum sebagimana kita terapkan dalam kehidupan sehari-hari.
11. Obyek Filsafat Ilmu.
1. Menurut Prof. Dr. H. Noeng Muhadjir
Obyek Filsafat Ilmu menurut Prof. Dr. H. Noeng Muhadjir adalah:
a. Kenyataan atau fakta.
Kanyataan atau fakta adalah empiri yang dapat dihayati oleh manusia. Obyek ini
didukung sepenuhnya oleh aliran Positivisme ( A. Comte, l798-l857), karena
memang positivsme hanya mengakui penghayatan yang empirik sensual.
Sesuatu sebagai nyata bagi positivisme bila ada korespondensi antara yang
sesual satu dengan yang sensual lainya. Data sensual tersebu harus obyektif,
tidak boleh masuk sobyektivitas peneliti. Aliran positivisme ini kemudian
dikembangkan oleh aliran Phenomenologik ( Husserl, l859-l939) dngan dua
pendekatan, pertama, menjurus ke koherensi rasional obyektif, kedua,
menjurus ke koherensi moral. Phenomene atau gejala bukan sekedar data
empirik sesnsual, melainkan data yang sudah dimaknai atau diinterpretasi.
Ada subyektifitas peneliti. Tetapi subyektivitas penelit bukan dalam makna
sesuai selera peneliti, melainkan dalam makna pengakuan terhadap sikap
selektif sejak pengumpulan data, analisis, sampa kesimpulannya.
Dasar selektivitasnya mungkin idee, mungkin moral, atau lainnya
b. Kebenaran
Bagi para positivist, benar substantive menjadi identik dengan benar
faktual sesuatu deng empiri sensual. Sedang bagi para realist, benar
substantif identik dengan benar riil obyektif, benar sesuai dengan konstruk
skema rasional tertentu. Sedang benar epistemologik berbeda,
terkait dengan pendekatan yang digunakan dalam mencari
kebenaran.Kebenaran positivistik berlandaskan pada diketemukannya
frekwensi tinggi atau variansi besar, sedangkan pada phenomenologik
kebenaran dibuktikan berdasar diketemukannya yang esensial, pilah dari
yang non esensial atau eksemplar, dan sesuai dengan skema moral tertentu.
Secara tradisional dikenal dua teori kebenaran, yaitu teori kebenaran
korespondensi dan teori kebenaran koherensi. Yang pertama tokohnya
mulai Plato, Aistoteles, Moore,
Reussel, Ramsay dan Tarski. Yang kedua adalah para rasionalis seperti
Leibniz, Spinoza, Hegel, dan Bradley.
c. Konfirmasi
Fungsi ilmu adalah menjelaskan, memprediksi proses dan produk yang akan
datang, atau memberikan pemaknaan. Pemaknaan tersebut dapat
ditampilkan sebagai konfirmas absolut atau probalistik. Menampilkan
konfirmasi absolut biasanya menggunakan landasan asumsi, postulat,
atau aksioma yang sudah dipastikan bnar. Tetapi tidak salah bila tidak
mengeksplisitkan asumsi dan postulatnya. Sedangkan membuat penjelasan,
prediksi, ataupun pemaknaan untuk mengejar kepastian probabilistik
dapat ditempuh secara induktif, deduktif, ataupun reflektif. Dalam ontologi,
dikenal pula pembuktian a priori dan a posteriori.
Tidak tepat bila mengidentikkan yang induktif dengan yang a posteriori.
d. Logika Infrensi
Silogisme formil dari Aristoteles menggunakan korespondensi dalam jenis.
Dikatakan silogisme formil karena kebenaran dijamin oleh kebenaran bentuk
formal proposisinya. Dikatakan silogisme kategorik, karena sesuatu
proposisi minor disimpulkan benar atau
salah atas posisinya yang berada di dalam jenis atau di luarnya.
Phenomenologi antropologik menampilkan kebenaran koherensi spesifik.
Phenomenologi Russel menampilkan kebenaran korespondensi yang berbeda,
korespondensi antara yang dipercayainya (belief) dengan fakta. Belief pada
Russel memang momot moral, tetapi masih bersifat spesifik., bukan general;
sehingga belum ada skema moralnya. Konsekwensinya, kesimpula penelitian
phenomenologik menjadi kesimpulan kasus atau menjadi kesimpulan ideographik.
Phenomenologi Bogdan dan Guba menampilkan kebenaran fakta dengan
skema moral. Model tersebut digunakan oleh phenomenologi antropologik.
Adapun phenomenologi lainnya menampilkan
kebenaran koherensi rasional, koheren antara fakta dengan rasio.
2. Menurut Prof. Dr. Koento Wibisono Siswomihardjo.
Obyek Filsafat Ilmu berhimpitan dengan obyek Ilmu Filsafat, namun berbeda
dalam aspek dan motif pembahasannya, yaitu;
a. O n t o l o g i
Ontologi sebagai salah satu cabang filsafat membahas apa hakekat
(being quo being) itu,
dalam istilah Noeng Muhadjir adalah FAKTA.. Hakekat/fakta itu adalah:
1. Menurut aliran Idealisme (serba roh, serba cita2) ; bahwa hakekat dari
kenyataan yang beraneka warna ini berasal dari roh (sukma) atau
yang sejenis dengan itu, yaitu sesuatu
yang tidak berbentuk dan tidak membutuhkan ruang; tokoh2nya seperti;
Plato,idealisme realistik. Kant, idealisme Romantik.
Fichte, idealisme identitas monisme.
Schelling, idealisme obyektif. Hegel, idealisme mutlak.
2. Menurut Materialisme menyatakan bahwa yang ada hanyalah materi,
bahwa jiwa atau roh itu tidaklah suatu kenyataan yang berdiri sendiri,
tetapi merupakan akibat dari proses gerakan kebendaan dengan
salah satu cara tertentu.Senada dengan materialisme
adalah faham naturalisme yang menyatakan bahwa hanya ALAM
yang ada, di luar alam tidak ada ( jin, setan, malaikat, dan Tuhan juga
tidak ada, na'udzu billah, pen).
Tokoh2nya seperti Lamettrie (l709-l75l), juga Vogt, Buchner, Molenschott.
Feuerbach (l804-l872), Hegel ( ), Karl marx (l8l8-l883), Engels (l820-l885)
3. Menurut aliran Dualisme, alam maujud ini terdiri dari dua macam hakekat
sebagai asal sumbernya yaitu hakekat materi dan hakekat rohani.
Kedua macam hakekat ini bebas n berdiri sendiri sendiri, sama sama azali
dan abadi. Pertautan antara keduanya itulah yang
menciptakan kehidupan dan alam ini. Tokoh2nya sepert
Aristoteles (382-322 s.M.) n Descartes (l596-l650)
Masing2 aliran ini mempunyai keyakinannya sendiri-sendiri mengenai apa
'hakekat ada' itu. Konsekwensinya akan sampai pada perbedaan
pandangan tentang apa yang disebut kebenaran atau kenyataan (fakta),
yang pada gilirannya juga akan sampai pula pada perbedaan dalam
menggunakan sarana dalam mencapai kebenaran atau kenyataan/fakta tadi.
Filsafat Hegel adalah merupakan gambaran yang sangat relevan untuk
ditunjukka sebagai 'contoh soal' dalam masalah ontologi ini.
b. E p i s t e m o l o g i.
Sebagai cabang Filsafat, epistemologi membahas apa sarana dan
bagaimana tata cara untuk mencapai pengetahuan, dan bagaimana
ukuran bagi apa yang disebut kebenaran atau kenyataan ilmiah itu.
Rasionalisme, empirisme, kritisisme, positivisme, dan
fenomenologi merupakan paham-paham dalam epistemologi.
Lalu filsafat bahsa,logika, matematika, metodologi merupakan
unsur-unsur yang merupakan bagian dari epistemologi.
- Rasionalisme menyatakan, bahwa akal memiliki kekuatan independen untuk dapat
mengetahui dan mengungkapkan prinsip-prinsip pokok dalam alam. , atau terhadap
sesuatu kebenaran yang menurut logika, berada sebelum pengalaman, tetapi tidak
bersifat analaitik. Tokohnya (Descartes, Spinoza n Leibniz )
- Empirisme menyatakan, bahwa pengetahuan didapat hanya dari pengalaman hidup,
atau karena adanya sentuhan indrawi (sense). Tokohnya (Bacon, Hobbes,
Locke, n Hume)
- Kritisisme adalah paham pemikiran yang kritis dan mendalam, menggabungkan konsep
rasionalisme Descartes dan empirisme Bacon. Tokohnya Kant (l724-l804)
- Positivisme....
c. A k s i o l o g i.
Sebagai salah satu cabang filsafat, aksiologi membahas nilai (value) sebagai
emperatif dalam penerapan ilmu pengetahuan secara praksis.
Ilmu pengetahuan sebagai satau kesatuan menampakkan diri secara dimensional,
yaitu ilmu sebagai masyarakat, sebagai proses dan sebagai produk.
Ilmu sebagai masyarakat menunjukkan adanya seklompok elit yang dalam
kehidupannya sangat mendambakan imperatives, yang oleh R. Merton disebut
universalisme, komunalisme, desinter-estedness dan skepsisme yang teratur.
Ilmu sebgai proses menggambarkan aktivitas masyarakat ilmiah yang dengan
aktivitasnya seperti ekspedisi, penelitian, seminar, eksperimentasi, dan lain
sebagainya sebagai aplikasi dalam mencari dan menemukan sesuatu hasil yang
secara pragmatis hendak dicapai.
Sedangkan sebagai produk, menunjukkan hasil hasil yang berupa karya karya ilmiah,
teori-teori, paradigma-paradigma, beserta hasil terapannya yang berupa teknologi.
111. Strategi Pengembangan Ilmu
Ada tiga strategi pengembangan ilmu;
1. Ilmu berkembang dalam otonomi tertutup, dimana pengaruh konteks dibatasi, bahkan
disingkirkan.
2. Ilmu harus lebur dalam konteksnya, tidak hanya merupakan refleksi, melainkan juga
memberikan alasan pembenaran bagi konteksnya.
3. Ilmu dan konteksnya saling meresapi dan saling mempengaruhi untuk memberi kemungkinan
bagi timnulnya gagasan gagasan baru yang aktual dan relevan bagi pemenuhan kebutuhan
sesuai dengan waktu dan keadaan.
1. Penegrtian Filsafat Ilmu.
Filsafat Ilmu, tulis Beerling dkk, adalah penyelidikan tentang ciri ciri pengetahuan ilmiah dan cara-cara untuk memperolehnya. Dengan kata lain, filsafat ilmu sesungguhnya merupakan suatu penyelidikan lanjutan. Karena, lanjut Beerling dkk, apabalia para penyelenggara perbagai ilmu melakukan penyelidikan terhadap obyek-obyek serta masalah-masalah yang bejenis khusus dari masing-masing ilmu iltu sendiri, maka orang pun dapat melakukan penyelidikan lanjutan terhadap kegiatan-kegiatan ilmiah tersebut.
Dalam suatu segi, filsafat ilmu adalah sebuah tijauan kritis tentang pendapat-pendapat ilmiah dewasa ini dengan perbandingan dengan pendapat-pendapat lampau yang telah dibuktikan atau dalam kerangka ukuran-ukuran yang dikembangkan dari pendapat-pendapat demikian itu, tetapi filsafat ilmu demikian jelas bukan suati cabang ilmu yang bebas dari praktek ilmiah senyatanya ( Robert Ackermann, dalam The Liang Gie, 2000)
Sementara itu, The Liang Gie, menyatakan bahwa filsafat ilmu adalah segenap pemikiran reflektif terhadap persoalan-persoalan mengenai segala hal yang menyangkut landasan ilmu maupun hubungan ilmu dengan segala segi dari kehidupan manusia.
Filsafat ilmu merupakan salah satu cabang dari Ilmu Filsat. Kalu ilmu filsafat didefinisikan sebagai kegiatan berefleksi secara mendasar dan integral, maka filsafat ilmu, menurut Koento Wibisono Siswomiharjo, adalah refleksi mendasar dan integral mengenai hakekat ilmu pengetahuan itu sendiri.
Filsafat ilmu (Philosophy of Science, Wissenschaftlehre, Wetenschapsleer), lanjut Siswomiharjo, merupakan penerusan dalam pengembangan filsafat pengetahuan, sebab pengetahuan ilmiah tidak lain adalah 'a higher level' dalam perangkat pengetahuan manusia dalam arti umum sebagimana kita terapkan dalam kehidupan sehari-hari.
11. Obyek Filsafat Ilmu.
1. Menurut Prof. Dr. H. Noeng Muhadjir
Obyek Filsafat Ilmu menurut Prof. Dr. H. Noeng Muhadjir adalah:
a. Kenyataan atau fakta.
Kanyataan atau fakta adalah empiri yang dapat dihayati oleh manusia. Obyek ini
didukung sepenuhnya oleh aliran Positivisme ( A. Comte, l798-l857), karena
memang positivsme hanya mengakui penghayatan yang empirik sensual.
Sesuatu sebagai nyata bagi positivisme bila ada korespondensi antara yang
sesual satu dengan yang sensual lainya. Data sensual tersebu harus obyektif,
tidak boleh masuk sobyektivitas peneliti. Aliran positivisme ini kemudian
dikembangkan oleh aliran Phenomenologik ( Husserl, l859-l939) dngan dua
pendekatan, pertama, menjurus ke koherensi rasional obyektif, kedua,
menjurus ke koherensi moral. Phenomene atau gejala bukan sekedar data
empirik sesnsual, melainkan data yang sudah dimaknai atau diinterpretasi.
Ada subyektifitas peneliti. Tetapi subyektivitas penelit bukan dalam makna
sesuai selera peneliti, melainkan dalam makna pengakuan terhadap sikap
selektif sejak pengumpulan data, analisis, sampa kesimpulannya.
Dasar selektivitasnya mungkin idee, mungkin moral, atau lainnya
b. Kebenaran
Bagi para positivist, benar substantive menjadi identik dengan benar
faktual sesuatu deng empiri sensual. Sedang bagi para realist, benar
substantif identik dengan benar riil obyektif, benar sesuai dengan konstruk
skema rasional tertentu. Sedang benar epistemologik berbeda,
terkait dengan pendekatan yang digunakan dalam mencari
kebenaran.Kebenaran positivistik berlandaskan pada diketemukannya
frekwensi tinggi atau variansi besar, sedangkan pada phenomenologik
kebenaran dibuktikan berdasar diketemukannya yang esensial, pilah dari
yang non esensial atau eksemplar, dan sesuai dengan skema moral tertentu.
Secara tradisional dikenal dua teori kebenaran, yaitu teori kebenaran
korespondensi dan teori kebenaran koherensi. Yang pertama tokohnya
mulai Plato, Aistoteles, Moore,
Reussel, Ramsay dan Tarski. Yang kedua adalah para rasionalis seperti
Leibniz, Spinoza, Hegel, dan Bradley.
c. Konfirmasi
Fungsi ilmu adalah menjelaskan, memprediksi proses dan produk yang akan
datang, atau memberikan pemaknaan. Pemaknaan tersebut dapat
ditampilkan sebagai konfirmas absolut atau probalistik. Menampilkan
konfirmasi absolut biasanya menggunakan landasan asumsi, postulat,
atau aksioma yang sudah dipastikan bnar. Tetapi tidak salah bila tidak
mengeksplisitkan asumsi dan postulatnya. Sedangkan membuat penjelasan,
prediksi, ataupun pemaknaan untuk mengejar kepastian probabilistik
dapat ditempuh secara induktif, deduktif, ataupun reflektif. Dalam ontologi,
dikenal pula pembuktian a priori dan a posteriori.
Tidak tepat bila mengidentikkan yang induktif dengan yang a posteriori.
d. Logika Infrensi
Silogisme formil dari Aristoteles menggunakan korespondensi dalam jenis.
Dikatakan silogisme formil karena kebenaran dijamin oleh kebenaran bentuk
formal proposisinya. Dikatakan silogisme kategorik, karena sesuatu
proposisi minor disimpulkan benar atau
salah atas posisinya yang berada di dalam jenis atau di luarnya.
Phenomenologi antropologik menampilkan kebenaran koherensi spesifik.
Phenomenologi Russel menampilkan kebenaran korespondensi yang berbeda,
korespondensi antara yang dipercayainya (belief) dengan fakta. Belief pada
Russel memang momot moral, tetapi masih bersifat spesifik., bukan general;
sehingga belum ada skema moralnya. Konsekwensinya, kesimpula penelitian
phenomenologik menjadi kesimpulan kasus atau menjadi kesimpulan ideographik.
Phenomenologi Bogdan dan Guba menampilkan kebenaran fakta dengan
skema moral. Model tersebut digunakan oleh phenomenologi antropologik.
Adapun phenomenologi lainnya menampilkan
kebenaran koherensi rasional, koheren antara fakta dengan rasio.
2. Menurut Prof. Dr. Koento Wibisono Siswomihardjo.
Obyek Filsafat Ilmu berhimpitan dengan obyek Ilmu Filsafat, namun berbeda
dalam aspek dan motif pembahasannya, yaitu;
a. O n t o l o g i
Ontologi sebagai salah satu cabang filsafat membahas apa hakekat
(being quo being) itu,
dalam istilah Noeng Muhadjir adalah FAKTA.. Hakekat/fakta itu adalah:
1. Menurut aliran Idealisme (serba roh, serba cita2) ; bahwa hakekat dari
kenyataan yang beraneka warna ini berasal dari roh (sukma) atau
yang sejenis dengan itu, yaitu sesuatu
yang tidak berbentuk dan tidak membutuhkan ruang; tokoh2nya seperti;
Plato,idealisme realistik. Kant, idealisme Romantik.
Fichte, idealisme identitas monisme.
Schelling, idealisme obyektif. Hegel, idealisme mutlak.
2. Menurut Materialisme menyatakan bahwa yang ada hanyalah materi,
bahwa jiwa atau roh itu tidaklah suatu kenyataan yang berdiri sendiri,
tetapi merupakan akibat dari proses gerakan kebendaan dengan
salah satu cara tertentu.Senada dengan materialisme
adalah faham naturalisme yang menyatakan bahwa hanya ALAM
yang ada, di luar alam tidak ada ( jin, setan, malaikat, dan Tuhan juga
tidak ada, na'udzu billah, pen).
Tokoh2nya seperti Lamettrie (l709-l75l), juga Vogt, Buchner, Molenschott.
Feuerbach (l804-l872), Hegel ( ), Karl marx (l8l8-l883), Engels (l820-l885)
3. Menurut aliran Dualisme, alam maujud ini terdiri dari dua macam hakekat
sebagai asal sumbernya yaitu hakekat materi dan hakekat rohani.
Kedua macam hakekat ini bebas n berdiri sendiri sendiri, sama sama azali
dan abadi. Pertautan antara keduanya itulah yang
menciptakan kehidupan dan alam ini. Tokoh2nya sepert
Aristoteles (382-322 s.M.) n Descartes (l596-l650)
Masing2 aliran ini mempunyai keyakinannya sendiri-sendiri mengenai apa
'hakekat ada' itu. Konsekwensinya akan sampai pada perbedaan
pandangan tentang apa yang disebut kebenaran atau kenyataan (fakta),
yang pada gilirannya juga akan sampai pula pada perbedaan dalam
menggunakan sarana dalam mencapai kebenaran atau kenyataan/fakta tadi.
Filsafat Hegel adalah merupakan gambaran yang sangat relevan untuk
ditunjukka sebagai 'contoh soal' dalam masalah ontologi ini.
b. E p i s t e m o l o g i.
Sebagai cabang Filsafat, epistemologi membahas apa sarana dan
bagaimana tata cara untuk mencapai pengetahuan, dan bagaimana
ukuran bagi apa yang disebut kebenaran atau kenyataan ilmiah itu.
Rasionalisme, empirisme, kritisisme, positivisme, dan
fenomenologi merupakan paham-paham dalam epistemologi.
Lalu filsafat bahsa,logika, matematika, metodologi merupakan
unsur-unsur yang merupakan bagian dari epistemologi.
- Rasionalisme menyatakan, bahwa akal memiliki kekuatan independen untuk dapat
mengetahui dan mengungkapkan prinsip-prinsip pokok dalam alam. , atau terhadap
sesuatu kebenaran yang menurut logika, berada sebelum pengalaman, tetapi tidak
bersifat analaitik. Tokohnya (Descartes, Spinoza n Leibniz )
- Empirisme menyatakan, bahwa pengetahuan didapat hanya dari pengalaman hidup,
atau karena adanya sentuhan indrawi (sense). Tokohnya (Bacon, Hobbes,
Locke, n Hume)
- Kritisisme adalah paham pemikiran yang kritis dan mendalam, menggabungkan konsep
rasionalisme Descartes dan empirisme Bacon. Tokohnya Kant (l724-l804)
- Positivisme....
c. A k s i o l o g i.
Sebagai salah satu cabang filsafat, aksiologi membahas nilai (value) sebagai
emperatif dalam penerapan ilmu pengetahuan secara praksis.
Ilmu pengetahuan sebagai satau kesatuan menampakkan diri secara dimensional,
yaitu ilmu sebagai masyarakat, sebagai proses dan sebagai produk.
Ilmu sebagai masyarakat menunjukkan adanya seklompok elit yang dalam
kehidupannya sangat mendambakan imperatives, yang oleh R. Merton disebut
universalisme, komunalisme, desinter-estedness dan skepsisme yang teratur.
Ilmu sebgai proses menggambarkan aktivitas masyarakat ilmiah yang dengan
aktivitasnya seperti ekspedisi, penelitian, seminar, eksperimentasi, dan lain
sebagainya sebagai aplikasi dalam mencari dan menemukan sesuatu hasil yang
secara pragmatis hendak dicapai.
Sedangkan sebagai produk, menunjukkan hasil hasil yang berupa karya karya ilmiah,
teori-teori, paradigma-paradigma, beserta hasil terapannya yang berupa teknologi.
111. Strategi Pengembangan Ilmu
Ada tiga strategi pengembangan ilmu;
1. Ilmu berkembang dalam otonomi tertutup, dimana pengaruh konteks dibatasi, bahkan
disingkirkan.
2. Ilmu harus lebur dalam konteksnya, tidak hanya merupakan refleksi, melainkan juga
memberikan alasan pembenaran bagi konteksnya.
3. Ilmu dan konteksnya saling meresapi dan saling mempengaruhi untuk memberi kemungkinan
bagi timnulnya gagasan gagasan baru yang aktual dan relevan bagi pemenuhan kebutuhan
sesuai dengan waktu dan keadaan.
1. Penegrtian Filsafat Ilmu.
Filsafat Ilmu, tulis Beerling dkk, adalah penyelidikan tentang ciri ciri pengetahuan ilmiah dan cara-cara untuk memperolehnya. Dengan kata lain, filsafat ilmu sesungguhnya merupakan suatu penyelidikan lanjutan. Karena, lanjut Beerling dkk, apabalia para penyelenggara perbagai ilmu melakukan penyelidikan terhadap obyek-obyek serta masalah-masalah yang bejenis khusus dari masing-masing ilmu iltu sendiri, maka orang pun dapat melakukan penyelidikan lanjutan terhadap kegiatan-kegiatan ilmiah tersebut.
Dalam suatu segi, filsafat ilmu adalah sebuah tijauan kritis tentang pendapat-pendapat ilmiah dewasa ini dengan perbandingan dengan pendapat-pendapat lampau yang telah dibuktikan atau dalam kerangka ukuran-ukuran yang dikembangkan dari pendapat-pendapat demikian itu, tetapi filsafat ilmu demikian jelas bukan suati cabang ilmu yang bebas dari praktek ilmiah senyatanya ( Robert Ackermann, dalam The Liang Gie, 2000)
Sementara itu, The Liang Gie, menyatakan bahwa filsafat ilmu adalah segenap pemikiran reflektif terhadap persoalan-persoalan mengenai segala hal yang menyangkut landasan ilmu maupun hubungan ilmu dengan segala segi dari kehidupan manusia.
Filsafat ilmu merupakan salah satu cabang dari Ilmu Filsat. Kalu ilmu filsafat didefinisikan sebagai kegiatan berefleksi secara mendasar dan integral, maka filsafat ilmu, menurut Koento Wibisono Siswomiharjo, adalah refleksi mendasar dan integral mengenai hakekat ilmu pengetahuan itu sendiri.
Filsafat ilmu (Philosophy of Science, Wissenschaftlehre, Wetenschapsleer), lanjut Siswomiharjo, merupakan penerusan dalam pengembangan filsafat pengetahuan, sebab pengetahuan ilmiah tidak lain adalah 'a higher level' dalam perangkat pengetahuan manusia dalam arti umum sebagimana kita terapkan dalam kehidupan sehari-hari.
11. Obyek Filsafat Ilmu.
1. Menurut Prof. Dr. H. Noeng Muhadjir
Obyek Filsafat Ilmu menurut Prof. Dr. H. Noeng Muhadjir adalah:
a. Kenyataan atau fakta.
Kanyataan atau fakta adalah empiri yang dapat dihayati oleh manusia. Obyek ini
didukung sepenuhnya oleh aliran Positivisme ( A. Comte, l798-l857), karena
memang positivsme hanya mengakui penghayatan yang empirik sensual.
Sesuatu sebagai nyata bagi positivisme bila ada korespondensi antara yang
sesual satu dengan yang sensual lainya. Data sensual tersebu harus obyektif,
tidak boleh masuk sobyektivitas peneliti. Aliran positivisme ini kemudian
dikembangkan oleh aliran Phenomenologik ( Husserl, l859-l939) dngan dua
pendekatan, pertama, menjurus ke koherensi rasional obyektif, kedua,
menjurus ke koherensi moral. Phenomene atau gejala bukan sekedar data
empirik sesnsual, melainkan data yang sudah dimaknai atau diinterpretasi.
Ada subyektifitas peneliti. Tetapi subyektivitas penelit bukan dalam makna
sesuai selera peneliti, melainkan dalam makna pengakuan terhadap sikap
selektif sejak pengumpulan data, analisis, sampa kesimpulannya.
Dasar selektivitasnya mungkin idee, mungkin moral, atau lainnya
b. Kebenaran
Bagi para positivist, benar substantive menjadi identik dengan benar
faktual sesuatu deng empiri sensual. Sedang bagi para realist, benar
substantif identik dengan benar riil obyektif, benar sesuai dengan konstruk
skema rasional tertentu. Sedang benar epistemologik berbeda,
terkait dengan pendekatan yang digunakan dalam mencari
kebenaran.Kebenaran positivistik berlandaskan pada diketemukannya
frekwensi tinggi atau variansi besar, sedangkan pada phenomenologik
kebenaran dibuktikan berdasar diketemukannya yang esensial, pilah dari
yang non esensial atau eksemplar, dan sesuai dengan skema moral tertentu.
Secara tradisional dikenal dua teori kebenaran, yaitu teori kebenaran
korespondensi dan teori kebenaran koherensi. Yang pertama tokohnya
mulai Plato, Aistoteles, Moore,
Reussel, Ramsay dan Tarski. Yang kedua adalah para rasionalis seperti
Leibniz, Spinoza, Hegel, dan Bradley.
c. Konfirmasi
Fungsi ilmu adalah menjelaskan, memprediksi proses dan produk yang akan
datang, atau memberikan pemaknaan. Pemaknaan tersebut dapat
ditampilkan sebagai konfirmas absolut atau probalistik. Menampilkan
konfirmasi absolut biasanya menggunakan landasan asumsi, postulat,
atau aksioma yang sudah dipastikan bnar. Tetapi tidak salah bila tidak
mengeksplisitkan asumsi dan postulatnya. Sedangkan membuat penjelasan,
prediksi, ataupun pemaknaan untuk mengejar kepastian probabilistik
dapat ditempuh secara induktif, deduktif, ataupun reflektif. Dalam ontologi,
dikenal pula pembuktian a priori dan a posteriori.
Tidak tepat bila mengidentikkan yang induktif dengan yang a posteriori.
d. Logika Infrensi
Silogisme formil dari Aristoteles menggunakan korespondensi dalam jenis.
Dikatakan silogisme formil karena kebenaran dijamin oleh kebenaran bentuk
formal proposisinya. Dikatakan silogisme kategorik, karena sesuatu
proposisi minor disimpulkan benar atau
salah atas posisinya yang berada di dalam jenis atau di luarnya.
Phenomenologi antropologik menampilkan kebenaran koherensi spesifik.
Phenomenologi Russel menampilkan kebenaran korespondensi yang berbeda,
korespondensi antara yang dipercayainya (belief) dengan fakta. Belief pada
Russel memang momot moral, tetapi masih bersifat spesifik., bukan general;
sehingga belum ada skema moralnya. Konsekwensinya, kesimpula penelitian
phenomenologik menjadi kesimpulan kasus atau menjadi kesimpulan ideographik.
Phenomenologi Bogdan dan Guba menampilkan kebenaran fakta dengan
skema moral. Model tersebut digunakan oleh phenomenologi antropologik.
Adapun phenomenologi lainnya menampilkan
kebenaran koherensi rasional, koheren antara fakta dengan rasio.
2. Menurut Prof. Dr. Koento Wibisono Siswomihardjo.
Obyek Filsafat Ilmu berhimpitan dengan obyek Ilmu Filsafat, namun berbeda
dalam aspek dan motif pembahasannya, yaitu;
a. O n t o l o g i
Ontologi sebagai salah satu cabang filsafat membahas apa hakekat
(being quo being) itu,
dalam istilah Noeng Muhadjir adalah FAKTA.. Hakekat/fakta itu adalah:
1. Menurut aliran Idealisme (serba roh, serba cita2) ; bahwa hakekat dari
kenyataan yang beraneka warna ini berasal dari roh (sukma) atau
yang sejenis dengan itu, yaitu sesuatu
yang tidak berbentuk dan tidak membutuhkan ruang; tokoh2nya seperti;
Plato,idealisme realistik. Kant, idealisme Romantik.
Fichte, idealisme identitas monisme.
Schelling, idealisme obyektif. Hegel, idealisme mutlak.
2. Menurut Materialisme menyatakan bahwa yang ada hanyalah materi,
bahwa jiwa atau roh itu tidaklah suatu kenyataan yang berdiri sendiri,
tetapi merupakan akibat dari proses gerakan kebendaan dengan
salah satu cara tertentu.Senada dengan materialisme
adalah faham naturalisme yang menyatakan bahwa hanya ALAM
yang ada, di luar alam tidak ada ( jin, setan, malaikat, dan Tuhan juga
tidak ada, na'udzu billah, pen).
Tokoh2nya seperti Lamettrie (l709-l75l), juga Vogt, Buchner, Molenschott.
Feuerbach (l804-l872), Hegel ( ), Karl marx (l8l8-l883), Engels (l820-l885)
3. Menurut aliran Dualisme, alam maujud ini terdiri dari dua macam hakekat
sebagai asal sumbernya yaitu hakekat materi dan hakekat rohani.
Kedua macam hakekat ini bebas n berdiri sendiri sendiri, sama sama azali
dan abadi. Pertautan antara keduanya itulah yang
menciptakan kehidupan dan alam ini. Tokoh2nya sepert
Aristoteles (382-322 s.M.) n Descartes (l596-l650)
Masing2 aliran ini mempunyai keyakinannya sendiri-sendiri mengenai apa
'hakekat ada' itu. Konsekwensinya akan sampai pada perbedaan
pandangan tentang apa yang disebut kebenaran atau kenyataan (fakta),
yang pada gilirannya juga akan sampai pula pada perbedaan dalam
menggunakan sarana dalam mencapai kebenaran atau kenyataan/fakta tadi.
Filsafat Hegel adalah merupakan gambaran yang sangat relevan untuk
ditunjukka sebagai 'contoh soal' dalam masalah ontologi ini.
b. E p i s t e m o l o g i.
Sebagai cabang Filsafat, epistemologi membahas apa sarana dan
bagaimana tata cara untuk mencapai pengetahuan, dan bagaimana
ukuran bagi apa yang disebut kebenaran atau kenyataan ilmiah itu.
Rasionalisme, empirisme, kritisisme, positivisme, dan
fenomenologi merupakan paham-paham dalam epistemologi.
Lalu filsafat bahsa,logika, matematika, metodologi merupakan
unsur-unsur yang merupakan bagian dari epistemologi.
- Rasionalisme menyatakan, bahwa akal memiliki kekuatan independen untuk dapat
mengetahui dan mengungkapkan prinsip-prinsip pokok dalam alam. , atau terhadap
sesuatu kebenaran yang menurut logika, berada sebelum pengalaman, tetapi tidak
bersifat analaitik. Tokohnya (Descartes, Spinoza n Leibniz )
- Empirisme menyatakan, bahwa pengetahuan didapat hanya dari pengalaman hidup,
atau karena adanya sentuhan indrawi (sense). Tokohnya (Bacon, Hobbes,
Locke, n Hume)
- Kritisisme adalah paham pemikiran yang kritis dan mendalam, menggabungkan konsep
rasionalisme Descartes dan empirisme Bacon. Tokohnya Kant (l724-l804)
- Positivisme....
c. A k s i o l o g i.
Sebagai salah satu cabang filsafat, aksiologi membahas nilai (value) sebagai
emperatif dalam penerapan ilmu pengetahuan secara praksis.
Ilmu pengetahuan sebagai satau kesatuan menampakkan diri secara dimensional,
yaitu ilmu sebagai masyarakat, sebagai proses dan sebagai produk.
Ilmu sebagai masyarakat menunjukkan adanya seklompok elit yang dalam
kehidupannya sangat mendambakan imperatives, yang oleh R. Merton disebut
universalisme, komunalisme, desinter-estedness dan skepsisme yang teratur.
Ilmu sebgai proses menggambarkan aktivitas masyarakat ilmiah yang dengan
aktivitasnya seperti ekspedisi, penelitian, seminar, eksperimentasi, dan lain
sebagainya sebagai aplikasi dalam mencari dan menemukan sesuatu hasil yang
secara pragmatis hendak dicapai.
Sedangkan sebagai produk, menunjukkan hasil hasil yang berupa karya karya ilmiah,
teori-teori, paradigma-paradigma, beserta hasil terapannya yang berupa teknologi.
111. Strategi Pengembangan Ilmu
Ada tiga strategi pengembangan ilmu;
1. Ilmu berkembang dalam otonomi tertutup, dimana pengaruh konteks dibatasi, bahkan
disingkirkan.
2. Ilmu harus lebur dalam konteksnya, tidak hanya merupakan refleksi, melainkan juga
memberikan alasan pembenaran bagi konteksnya.
3. Ilmu dan konteksnya saling meresapi dan saling mempengaruhi untuk memberi kemungkinan
bagi timnulnya gagasan gagasan baru yang aktual dan relevan bagi pemenuhan kebutuhan
sesuai dengan waktu dan keadaan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar