Bismillaahirrohmaanirrohiim.
1. Idzas samaa'unfathorot.
idzaa : samangsa, ketika, when
assamaa-u : utawi langit kuwi, adapun langit itu, the heaven
infathorot : iku wis pecah opo langit, adalah ia telah terbelah,
is cleft asunder
- Nalikane langit iku wis pecah.
- Ketika langit itu telah terbelah.
- When the heaven is cleft asunder.
2. Wa idzal kawaakibuntatsarot.
wa idzaa : lan samangsa, dan ketika, and when
al-kawaakibu : utawi piro piro lintang kuwi, adapun beberapa bintang itu ,
the stars
intatsarot : iku wis rontok opo lintang, adalah ia telah jatuh
berserakan, are scattered
- lan samgangsa lintang lintang kuwi wis rontok.
- dan ketika bintang bintang itu itu sudah telah jatuh berserakan.
- and when the stars are scattered
3. Wa idzal bihaaru fujjirot
wa idza : lan samangsa, dan ketika, and when
bihaaru : utawi piro-piro segoro, adapun lautan-lautan itu,
the Oceans
fujjirot : iku wis dipancarake, adalah telah dipancarkan,
are suffered burst forth
- Lan samangsa segoro-segoro wis dipancarake.
- Dan ketika lautan-lautan telah dipancarkan.
- And when the Oceans are suffered burs fort.
4. Wa idzal qubuuru bu'tsirot.
wa idzaa : lan samngsa, dan ketika, and when
al-qubuuru : utawi piro-piro kuburan kuwi, adapun kuburan-kuburan itu,
the Graves
bu'tsirot : iku wis dibukak lemahe, adalah telah dibungkar,
are turned upside down
- Lan samangsa kuburan-kuburan kuwi wis dibukak lemahe.
- Dan ketika kuburan kuburan itu telah dibuka tanahnya.
- nd when the Graves are turned upside down.
5. 'Alimat nafsum maa qoddamat wa akhkhorot.
'alimat : mongko bakal weruh, niscaya telah mengetahui,
then shall known
nafsun : sopo saben saben jiwo, siapa masing masing jiwa,
each soul
maa : ing opo opo, pada apa apa, what
qoddamat : kang wis dilakoni, yang telah dikerjakan, it hath sent forward
wa akhkhorot: lan kang wis dilaleake, dan yang telah dilalaikan,
and kept back
- Mongko saben saben jiwo bakal weruh opo-opo kang wis dilakoni
lan opo opokang wis diremehne.
- Niscaya masing masing jiwa telah mengetahui apa-apa yang telah
dikerjakan
dan apa apa yang telah dilalaikan.
- Then shall each soul known what it hath sent forward and
(what it hath) kept back
6. Yaa ayyuhal insaanu maa ghorroka birobbikal kariimi.
yaa ayyuhaa : hee eling eling, wahai ingatlah, O
al-insaanu : poro menungso, para manusia, men
maa : utawi opo, adapun apa, what
ghorroka : iku kang wis mbujuk marang siro, adalah yang telah
memperdayakan pada kamu, has sduced you
biroobika : saking Pangeran siro, terhadap Tuhanmu, from their Lord
al-kariimi : kang Moho Luman, yang Maha Pemurah, Most Beneficent
- He eling eling poro enungso, opo kang wis mbujuk siro
(nganti durhoko) marang Pangeraniro Kang Moho Luman kuwi?
- Wahai manusia, apa yang telah memperdayakan kamu
(sehingga durhaka) kepada Tuhan kamu Yang Maha Pemurah itu?
- O men ! What has sduced thee (you) from thy Lord Most Beneficent?
Sabtu, 21 Mei 2011
Membangun Budaya Politik Parpol
Berbicara tentang budaya politik (plotical culture) mau tidak mau harus memperhatikan tiga konsep besar, yakni; nlai (values), norma (norms) dan etika (ethics). Bahkan tiga hal tersebut saling menunjang dan sering kali saling kait mengkait.
Nila (values) adalah sesuatu yang dijunjung tinggi karena dianggap penting dan merupakan panduan bagi pemiliknya dalam pencarian jati diri. karena sifatnya yang sangat penting, maka harus dikedepankan, harus menjadi skala prioritas, sekaligus menjadi barometer untuk memilah dan memilih.. Memilah mana yang layak dan tidak layak, memilih mana yang berbobot dan tidak. Memilah mana yang perlu dibela dan mana yang cukup dibiarkan saja. Akhirnya juga untuk memilih apakah sesuatu itu layak dipikirkan dan diperjuangkan.
Semua itu tergantung pada nilai yang ditetapkan oleh organisasinya. Suatu parpol yang mengambil konsep kebangsaan dan kerakyatan sebagai nilai misalnya, maka parpol ini mempunyai konsekwensi agar apa yang dipikrkan, disikapi dan diperjuangkan tak lepas dari wilayah itu. Bila sikap, prilaku, danperjuangan partai justru lebih banyak membela kepentingan konglomerat dan sebaliknya membiarkan (rakyat jelata) terinjak injak haknya, maka partai ini tidak menjadikan nilai kebangsaan da kerakyatan sebagai identitasnya. Mungkin hanya sekedar atribut simbolik yang fungsinya dibatasi pada mobilisasi dukungan. Itu bukan nilai namanya, tapi sekedar untuk abang abang lambe.
Nilai bagi parpol adalah sebuah kehormatan, suatu harga diri, dan suatu komitmen. Jadi, kalau ada anggota parpol yang sering melanggar nilainya sendiri, maka itu pertanda bahwa yang bersangkutan tidak punya komitmen beraktualisasi melalui wadah parpol.
Mungkin yang bersangkutan aktif di parpol sekedar iseng belaka, sekedar kararsis. Katarsis itu analog dengan orang yang mampir ke WC umum untuk buang hajat, setelah kebutuhan hajatnya terpenuhi, lalu pergi begitu saja, tanpa ada rasa tanggng jawab membersihkan kotorannya. Ia menganggap bahwa buang kotoran adalah haknya, sedang siapa yang membersihkan tidak mau tahu. Yang jelas orang inilah yang disuruh membersihkannya.
Nilai bagi parpol haruslah mewarnai sampai ke level yang sedetil detilnya. Perencanaan, program aksi, sampai ke atribut fisik pun semestinya mewadahi nilai yang dirumuskannya sendiri. Dengan demikian, nilai itu mengalami proses pendarahdagingan, merasuk dalam setiap sendi kehidupan anggotanya.
Nilai memang tidak berbicara soal target, soal hasil, dan aspek fisikal kuantitatif lainnya. Tidak ! nilai adalah suatu abstraksi. Artinya, nlai itu memberi inspirasi dan motivasi dalam berkreasi bagi anggotanya.
Memang dibanding pintu masuk yang lain (misal kekuaaan ekonomi, kekuasaan politik, ataupun kekuasaan koersif), kekuasaan nilai ini tidak memiliki daya dorong yang kuat. Bahkan juga tidak memiliki daya paksa yang handal. Kekuasaan nilai lebih bersifat simbolik.
Karena itu lingkup kerjanya sebatas di wilayah 'kesadaran' (awarness) individu. Boleh dikata, cara kerja nilai merayap, lambat, bersifat akumulatif dan evolusioner. Butuh waktu bertahun tahun, berpuluh tahun bahkan ratusan tahun untuk mencapai tingkat induktif (induction) yang meluas.
Meskipun lambat dan evolusioner, peran nilai jangan diremehkan. Bila sebuah nilai telah berhasil menjadi ranah keyakinan masyarakatnya, maka nilai itu dapat menjadi lokomotif penggerak masyarakat (social movement) yang sangat efektif. Para anggotanya bisa menjadi militan dalam menjaga nilai nilai tersebut.
Bila sistem nilai bersatu dengan sistem keyakinan, tak ada kekuasaan lain (kecuali kekuasaan Tuhan) yang mampu mencegah mobilisasinya. bagi invidu, sistem nilai yang demikian itu, identik dengan kehormatan, harga diri, dan bahkan melebihi harga nyawanya sendiri. Hidupnya sendiri. Orang jawa yang loyal terhadap nilai nilai perjuangan tertentu bisa berbuat sesuatu hingga titik darah penghabisan. Persis seperti yang tersurat dalam jargon; rawe rawe rantas, malang malang putung; pecah ing dada mutah ing ludira. membela keyakinan itu nyaris menyamai prilaku jihad fii sabiilillah. Perang di jalan Allah demi menegakkan agama. Mereka yakin bahwa perangainya itu dijamin akan diganti dengan surga di akhirat kelak.
Kekuasaan simbolik menurut JB Thomson dalam D. Michel--edt (Communication Theory Today, Cambridge, l991), didefinisikan kemampuan menggunakan bentuk bentuk simbolik untuk mencampuri dan mempengaruhi jalannya aksi atau peristiwa.
Selanjutnya disebutkan bahwa kekuasaan itu mempunyai banyak bentuk. Kekuasaan ekonomi misalnya, dilembagakan dalam industri, kekuasaan politik dilembagakan dalam aparatur negara, kekuasaan koersif dilembagakan dalam organisasi militer, dan sebagainya.
Menurut saya, kekuasaan nilai dilembagakan dalam pola pikir. aya lebih tertarik dalam ranah pola pikir, sebab ketika sistem nilai dilanjutkan dalam praksis maka pola pikir akan jatuh ke pola emosional; seperti prasangka, iri dengki, skeptisme membabi buta, dan ekspresi melu grubyuk ga weruh ngrembuk (sekedar ikut ikutan walau tak tahu pokok persoalan)
Tetapi bila melalui pola pikir, maka tindakannya yang mengacu pada nila tertentu itu sudah berdasarkan evaluasi kritis, sudah melalui pertimbangan yang rasional, sehingga yang bersangkutan mengetahui alasan alasannya mengapa mesti harus berbuat sesuatu.
Kekuasaan lainnya itu sesungguhnya juga merumuskan nila nilai tertentu sebagai instrumen epistemologis, suatu perangkat makna untuk melegitimasi kekuasaannya.Misal dalam militer, perbuatan disersi adalah suatu perbuatan yang dilarang dan memiliki sanksi yang berat. Hal tersebut karena dalam militer menjunjung tinggi (nilai) dokma sistem komando, loyalitas terhadap atasan, dan sentimen corp.
Saya ingin menegaskan sekali lagi, bahwa nilai itu merupakan suatu sendi yang menentukan kekohan dalam organisasi.
Apalagi dalam parpol, nilai bukan bukan hanya sekedar penting, tapi merupakan jati diri kelembagaan. Eksistensi suatu parpol bisa terbaca dari pencitraan simbolik. Penerimaan masyarakat terhadap parpol dapat ditengarai dar brand image--nya.
Suatu nilai, bentuk dan orentasinya harus menyesuaikan dengan obyeknya. Nilai temtang 'Untung atau Laba' misalnya, lebih pantas dirunjuk untuk urusan perdagangan. Dia akan menjadi paradoks jika diterapkan dalam masalah amal jariyah . Dalam masalah amal jariyah rumusan nilai yang lebih tepat adalah ikhlas atau mengharap ridlo dari Allah semata. Displin fisikal misalnya, lebih cocok untk kalangan militer, ia justru bersifat restriksi di kalangan seniman.
Selanjutnya nilai 'gotong royong', 'saling tolong menolong' dan 'kerjasama' adalah nilai nilai yang sangat diharapkan dalam ranah kebaikan (konstruktif), tapi menjadi sebaliknya (destruktif) ketika diterapkan untuk menggarong, membunuh rakyat sipil yang tidak berdosa, atau untuk sindikalisme penguasaan asset orang lain.
Nilai konflik hanya cocok untuk karya fiksi, bila dijadikan etos dalam proses sosial justru menyebabkan dis-integrasi.
Nah, dalam politik, nilai apakah yang relevan?
Politik adalah hal-hal yang bersangkut paut dengan urusan kemaslahatan ummat. Jadi, orentasinya bukan individualtas. Kalau ada partai yang orentasinya individualitas, pasti punya manifestasi yang semakin jauh dari kemaslahatan ummat. Soal seperti apa rumusannya, hal itu sangat tergantung pada kepiawaian partai masing masing.
Rmusan yang relevan bagi kemaslahatan ummat, tak jauh dari konsep keadilan, transparasi, demokrasi, kesejahtraan rakyat, kemanusiaan, dan sebagainya.
Nilai nilai yang dirumuskan oleh partai tujuannya membebaskan dari belenggu dan menuju kepada kehidupan yang lebih baik. Masalahnya, acapkali nilai nilai yang sudah baik itu dipergunakan oleh rezim tertentu hanya sebatas demikepentingan mempertahankan status quo, sehingga efeknya tidak membebaskan, tetapi justru membelenggu. Akhirnya kebeasan hanya sebatas retorika simbolik sementara praksisnya menjadi kohersif dan hegemonik.
Orde Baru sebagai contoh, sangat piawai membungkus tujuan tujuan koersif dan otoritaria dengan simbol simbol yang menawan hati. Akhirnya nilai hanya sekedar berfungsi sebatas ratio instrumental belaka. Kata kata 'persatuan dan kesatuan' diintrodusir secara besar besran sebagai doktrin, tetapi bermakna kesatuan dalam arti sesuai penafsirannya.
Kata kata 'demi stabilitas nasional' dimaknai tida boleh mengkritik apalagi berbeda haluan. Demokrasi Pancasila, dimaknai sebatas 'bersih lingkungan' (artinya tidak boleh tersangkut peristiwa 30 September l965). Kata kata 'demi kepentingan umum' dimaknai demi kepentingan konglomerat.
Inilah yang disebut manipulasi nilai. Jika di dalam partai, nilai nilai hanya dimaknai secara subyektif seperti itu, maka sebagus apapun rumusannya tak bakalan memiliki daya dobrak yang efektif.
Bersambung.......
Nila (values) adalah sesuatu yang dijunjung tinggi karena dianggap penting dan merupakan panduan bagi pemiliknya dalam pencarian jati diri. karena sifatnya yang sangat penting, maka harus dikedepankan, harus menjadi skala prioritas, sekaligus menjadi barometer untuk memilah dan memilih.. Memilah mana yang layak dan tidak layak, memilih mana yang berbobot dan tidak. Memilah mana yang perlu dibela dan mana yang cukup dibiarkan saja. Akhirnya juga untuk memilih apakah sesuatu itu layak dipikirkan dan diperjuangkan.
Semua itu tergantung pada nilai yang ditetapkan oleh organisasinya. Suatu parpol yang mengambil konsep kebangsaan dan kerakyatan sebagai nilai misalnya, maka parpol ini mempunyai konsekwensi agar apa yang dipikrkan, disikapi dan diperjuangkan tak lepas dari wilayah itu. Bila sikap, prilaku, danperjuangan partai justru lebih banyak membela kepentingan konglomerat dan sebaliknya membiarkan (rakyat jelata) terinjak injak haknya, maka partai ini tidak menjadikan nilai kebangsaan da kerakyatan sebagai identitasnya. Mungkin hanya sekedar atribut simbolik yang fungsinya dibatasi pada mobilisasi dukungan. Itu bukan nilai namanya, tapi sekedar untuk abang abang lambe.
Nilai bagi parpol adalah sebuah kehormatan, suatu harga diri, dan suatu komitmen. Jadi, kalau ada anggota parpol yang sering melanggar nilainya sendiri, maka itu pertanda bahwa yang bersangkutan tidak punya komitmen beraktualisasi melalui wadah parpol.
Mungkin yang bersangkutan aktif di parpol sekedar iseng belaka, sekedar kararsis. Katarsis itu analog dengan orang yang mampir ke WC umum untuk buang hajat, setelah kebutuhan hajatnya terpenuhi, lalu pergi begitu saja, tanpa ada rasa tanggng jawab membersihkan kotorannya. Ia menganggap bahwa buang kotoran adalah haknya, sedang siapa yang membersihkan tidak mau tahu. Yang jelas orang inilah yang disuruh membersihkannya.
Nilai bagi parpol haruslah mewarnai sampai ke level yang sedetil detilnya. Perencanaan, program aksi, sampai ke atribut fisik pun semestinya mewadahi nilai yang dirumuskannya sendiri. Dengan demikian, nilai itu mengalami proses pendarahdagingan, merasuk dalam setiap sendi kehidupan anggotanya.
Nilai memang tidak berbicara soal target, soal hasil, dan aspek fisikal kuantitatif lainnya. Tidak ! nilai adalah suatu abstraksi. Artinya, nlai itu memberi inspirasi dan motivasi dalam berkreasi bagi anggotanya.
Memang dibanding pintu masuk yang lain (misal kekuaaan ekonomi, kekuasaan politik, ataupun kekuasaan koersif), kekuasaan nilai ini tidak memiliki daya dorong yang kuat. Bahkan juga tidak memiliki daya paksa yang handal. Kekuasaan nilai lebih bersifat simbolik.
Karena itu lingkup kerjanya sebatas di wilayah 'kesadaran' (awarness) individu. Boleh dikata, cara kerja nilai merayap, lambat, bersifat akumulatif dan evolusioner. Butuh waktu bertahun tahun, berpuluh tahun bahkan ratusan tahun untuk mencapai tingkat induktif (induction) yang meluas.
Meskipun lambat dan evolusioner, peran nilai jangan diremehkan. Bila sebuah nilai telah berhasil menjadi ranah keyakinan masyarakatnya, maka nilai itu dapat menjadi lokomotif penggerak masyarakat (social movement) yang sangat efektif. Para anggotanya bisa menjadi militan dalam menjaga nilai nilai tersebut.
Bila sistem nilai bersatu dengan sistem keyakinan, tak ada kekuasaan lain (kecuali kekuasaan Tuhan) yang mampu mencegah mobilisasinya. bagi invidu, sistem nilai yang demikian itu, identik dengan kehormatan, harga diri, dan bahkan melebihi harga nyawanya sendiri. Hidupnya sendiri. Orang jawa yang loyal terhadap nilai nilai perjuangan tertentu bisa berbuat sesuatu hingga titik darah penghabisan. Persis seperti yang tersurat dalam jargon; rawe rawe rantas, malang malang putung; pecah ing dada mutah ing ludira. membela keyakinan itu nyaris menyamai prilaku jihad fii sabiilillah. Perang di jalan Allah demi menegakkan agama. Mereka yakin bahwa perangainya itu dijamin akan diganti dengan surga di akhirat kelak.
Kekuasaan simbolik menurut JB Thomson dalam D. Michel--edt (Communication Theory Today, Cambridge, l991), didefinisikan kemampuan menggunakan bentuk bentuk simbolik untuk mencampuri dan mempengaruhi jalannya aksi atau peristiwa.
Selanjutnya disebutkan bahwa kekuasaan itu mempunyai banyak bentuk. Kekuasaan ekonomi misalnya, dilembagakan dalam industri, kekuasaan politik dilembagakan dalam aparatur negara, kekuasaan koersif dilembagakan dalam organisasi militer, dan sebagainya.
Menurut saya, kekuasaan nilai dilembagakan dalam pola pikir. aya lebih tertarik dalam ranah pola pikir, sebab ketika sistem nilai dilanjutkan dalam praksis maka pola pikir akan jatuh ke pola emosional; seperti prasangka, iri dengki, skeptisme membabi buta, dan ekspresi melu grubyuk ga weruh ngrembuk (sekedar ikut ikutan walau tak tahu pokok persoalan)
Tetapi bila melalui pola pikir, maka tindakannya yang mengacu pada nila tertentu itu sudah berdasarkan evaluasi kritis, sudah melalui pertimbangan yang rasional, sehingga yang bersangkutan mengetahui alasan alasannya mengapa mesti harus berbuat sesuatu.
Kekuasaan lainnya itu sesungguhnya juga merumuskan nila nilai tertentu sebagai instrumen epistemologis, suatu perangkat makna untuk melegitimasi kekuasaannya.Misal dalam militer, perbuatan disersi adalah suatu perbuatan yang dilarang dan memiliki sanksi yang berat. Hal tersebut karena dalam militer menjunjung tinggi (nilai) dokma sistem komando, loyalitas terhadap atasan, dan sentimen corp.
Saya ingin menegaskan sekali lagi, bahwa nilai itu merupakan suatu sendi yang menentukan kekohan dalam organisasi.
Apalagi dalam parpol, nilai bukan bukan hanya sekedar penting, tapi merupakan jati diri kelembagaan. Eksistensi suatu parpol bisa terbaca dari pencitraan simbolik. Penerimaan masyarakat terhadap parpol dapat ditengarai dar brand image--nya.
Suatu nilai, bentuk dan orentasinya harus menyesuaikan dengan obyeknya. Nilai temtang 'Untung atau Laba' misalnya, lebih pantas dirunjuk untuk urusan perdagangan. Dia akan menjadi paradoks jika diterapkan dalam masalah amal jariyah . Dalam masalah amal jariyah rumusan nilai yang lebih tepat adalah ikhlas atau mengharap ridlo dari Allah semata. Displin fisikal misalnya, lebih cocok untk kalangan militer, ia justru bersifat restriksi di kalangan seniman.
Selanjutnya nilai 'gotong royong', 'saling tolong menolong' dan 'kerjasama' adalah nilai nilai yang sangat diharapkan dalam ranah kebaikan (konstruktif), tapi menjadi sebaliknya (destruktif) ketika diterapkan untuk menggarong, membunuh rakyat sipil yang tidak berdosa, atau untuk sindikalisme penguasaan asset orang lain.
Nilai konflik hanya cocok untuk karya fiksi, bila dijadikan etos dalam proses sosial justru menyebabkan dis-integrasi.
Nah, dalam politik, nilai apakah yang relevan?
Politik adalah hal-hal yang bersangkut paut dengan urusan kemaslahatan ummat. Jadi, orentasinya bukan individualtas. Kalau ada partai yang orentasinya individualitas, pasti punya manifestasi yang semakin jauh dari kemaslahatan ummat. Soal seperti apa rumusannya, hal itu sangat tergantung pada kepiawaian partai masing masing.
Rmusan yang relevan bagi kemaslahatan ummat, tak jauh dari konsep keadilan, transparasi, demokrasi, kesejahtraan rakyat, kemanusiaan, dan sebagainya.
Nilai nilai yang dirumuskan oleh partai tujuannya membebaskan dari belenggu dan menuju kepada kehidupan yang lebih baik. Masalahnya, acapkali nilai nilai yang sudah baik itu dipergunakan oleh rezim tertentu hanya sebatas demikepentingan mempertahankan status quo, sehingga efeknya tidak membebaskan, tetapi justru membelenggu. Akhirnya kebeasan hanya sebatas retorika simbolik sementara praksisnya menjadi kohersif dan hegemonik.
Orde Baru sebagai contoh, sangat piawai membungkus tujuan tujuan koersif dan otoritaria dengan simbol simbol yang menawan hati. Akhirnya nilai hanya sekedar berfungsi sebatas ratio instrumental belaka. Kata kata 'persatuan dan kesatuan' diintrodusir secara besar besran sebagai doktrin, tetapi bermakna kesatuan dalam arti sesuai penafsirannya.
Kata kata 'demi stabilitas nasional' dimaknai tida boleh mengkritik apalagi berbeda haluan. Demokrasi Pancasila, dimaknai sebatas 'bersih lingkungan' (artinya tidak boleh tersangkut peristiwa 30 September l965). Kata kata 'demi kepentingan umum' dimaknai demi kepentingan konglomerat.
Inilah yang disebut manipulasi nilai. Jika di dalam partai, nilai nilai hanya dimaknai secara subyektif seperti itu, maka sebagus apapun rumusannya tak bakalan memiliki daya dobrak yang efektif.
Bersambung.......
Jumat, 20 Mei 2011
The Translation of Surat Al-Falaq (The Daybreak) word by word in Java, Indonesia n English
Bismillaahi al-rohmaani al-rohiimi
Kelawan asmanipun Allah kang Maha Welas tur kang Maha Asih.
Dengan nama Allah yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang.
In the name of Allah, the Most Gracious the Mos Merciful.
1. Qul 'auudu birobbi al-falaqi
qul : dawuha : katakanlah : say
'auudzu : kawula nyuwun pangareksa : saya berlindung : I seek refuge
birabbi : kelawan pangerane : dengan Tuhannya : with the Lord
al-falaqi : waktu subuh : waktu subuh : the day-break
* Dawuha,"Kawula nyuwun pangareksa kelawanPengerane waktu subuh"
* Katakanlah, "Aku berlindung dengan Tuhan yang menguasai waktu subuh"
* Say, "I seek refuge with the Lord of the daybreak
2. Min syarri maa kholaqo
min : saking : dari : from
syarri : awane : kejahatan : the evil
maa : barang : apa yang : what
kholaqa : kang Allah titahake : Allah telah jadikan : He has created
* Saking awanipun sedaya barang kang Allah sampun titahake
* Dari kejahatan (makhluk) yang Dia ciptakan
* From the evil of what He has created
3. Wamin syarri ghoosiqin idzaa waqoba
wamin : lan saking : dan dari : and from
syarri : awanipun : kejahatan : the evil
ghoosiqin : bengi : malam : darkness
idzaa : nalikane : ketika : when
waqoba : bengi wis peteng : ia telah gelap : it is intense
dedet gulita
* Lan saking awanipun wedal ndalu nalika sampun peteng dedet
* Dan dari kejahatan malam apabila telah gelap gulita
* And from the evil of the darkening (night) as it comes with
its darkness
4. Wamin syarri al-naffaatsaati fi al-'uqodi
wamin : lan saking : dan dari : and from
syarri : awanipin kejahatan perempuan2. : the evil
al-naffaatsaati: pira2 tukang sihir : para penyihir yang : the witches
kang pada nyembur. yang meniup. who blow
fi : ing ndalem : di dalam : in
al-'uqodi : pira2 bundelan : beberapa buhul : the knots
* Lan saking awanipun para tukang sihir kang pada
nyembur ing dalem bundelan2
* Dan dari kejahatan (perempuan2) penyihir yang meniup
pada buhul2 (tali)
* And from the evil of the witces who blow in the knots.
5. Wamin syarri haasidin idzaa hasada
wa min : lan saking : dan dari : and from
syarri : awanipun : kejahatan : the evil
haasidin : tyang kang hasud : orang yang dengki : envier
idzaa : nalikane : ketika : when
hasada : deweke hasud : dia dengki : he envies
* Lan saking awanipun tyang kang hasud nalikane deweke hasud
* Dan dai kejahatannya orang yang dengki apabila dia dengki
* And from the evil of the envier when he envies
Shodaqollaahu al-adliimu.....
Daftar Pustaka:
l. Al-Ibriz by KH Bishri Musthafa, Rembang,l959.
2. Study the Noble Qur'an by Daarussalaam, Riyadh,2000
3. Al-Qur'an terjemahan Indonesia-Inggris by Qomari, Solo, 2008
4. Tafsir Al-Qur'an Suci Basa Jawi, Prof. KHR Muhammad Adnan,
Surakarta, l997
5. Yassarnal Qur'an, Ust. Ahmad Hariadi n Ust Lukman Sa'ad, Garut, 2004
6. Tejemah Al-Qur'an kata per kata dlm bhs Jawa, Indonesia n Inggris,
Sudono Assyuaiby, naskah, 2008 (blm terbit)
Kelawan asmanipun Allah kang Maha Welas tur kang Maha Asih.
Dengan nama Allah yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang.
In the name of Allah, the Most Gracious the Mos Merciful.
1. Qul 'auudu birobbi al-falaqi
qul : dawuha : katakanlah : say
'auudzu : kawula nyuwun pangareksa : saya berlindung : I seek refuge
birabbi : kelawan pangerane : dengan Tuhannya : with the Lord
al-falaqi : waktu subuh : waktu subuh : the day-break
* Dawuha,"Kawula nyuwun pangareksa kelawanPengerane waktu subuh"
* Katakanlah, "Aku berlindung dengan Tuhan yang menguasai waktu subuh"
* Say, "I seek refuge with the Lord of the daybreak
2. Min syarri maa kholaqo
min : saking : dari : from
syarri : awane : kejahatan : the evil
maa : barang : apa yang : what
kholaqa : kang Allah titahake : Allah telah jadikan : He has created
* Saking awanipun sedaya barang kang Allah sampun titahake
* Dari kejahatan (makhluk) yang Dia ciptakan
* From the evil of what He has created
3. Wamin syarri ghoosiqin idzaa waqoba
wamin : lan saking : dan dari : and from
syarri : awanipun : kejahatan : the evil
ghoosiqin : bengi : malam : darkness
idzaa : nalikane : ketika : when
waqoba : bengi wis peteng : ia telah gelap : it is intense
dedet gulita
* Lan saking awanipun wedal ndalu nalika sampun peteng dedet
* Dan dari kejahatan malam apabila telah gelap gulita
* And from the evil of the darkening (night) as it comes with
its darkness
4. Wamin syarri al-naffaatsaati fi al-'uqodi
wamin : lan saking : dan dari : and from
syarri : awanipin kejahatan perempuan2. : the evil
al-naffaatsaati: pira2 tukang sihir : para penyihir yang : the witches
kang pada nyembur. yang meniup. who blow
fi : ing ndalem : di dalam : in
al-'uqodi : pira2 bundelan : beberapa buhul : the knots
* Lan saking awanipun para tukang sihir kang pada
nyembur ing dalem bundelan2
* Dan dari kejahatan (perempuan2) penyihir yang meniup
pada buhul2 (tali)
* And from the evil of the witces who blow in the knots.
5. Wamin syarri haasidin idzaa hasada
wa min : lan saking : dan dari : and from
syarri : awanipun : kejahatan : the evil
haasidin : tyang kang hasud : orang yang dengki : envier
idzaa : nalikane : ketika : when
hasada : deweke hasud : dia dengki : he envies
* Lan saking awanipun tyang kang hasud nalikane deweke hasud
* Dan dai kejahatannya orang yang dengki apabila dia dengki
* And from the evil of the envier when he envies
Shodaqollaahu al-adliimu.....
Daftar Pustaka:
l. Al-Ibriz by KH Bishri Musthafa, Rembang,l959.
2. Study the Noble Qur'an by Daarussalaam, Riyadh,2000
3. Al-Qur'an terjemahan Indonesia-Inggris by Qomari, Solo, 2008
4. Tafsir Al-Qur'an Suci Basa Jawi, Prof. KHR Muhammad Adnan,
Surakarta, l997
5. Yassarnal Qur'an, Ust. Ahmad Hariadi n Ust Lukman Sa'ad, Garut, 2004
6. Tejemah Al-Qur'an kata per kata dlm bhs Jawa, Indonesia n Inggris,
Sudono Assyuaiby, naskah, 2008 (blm terbit)
The Translation of Surat Al-Ikhlas (The Purity) no 112 word by word in Java, Indonesia n English
Bismillaahi al-rohmaani al-rohiimi
1. Qul hua Allaahu ahad
qul : dawuha sira Muhammad : katakanlah Muhammad : say O Mohammad
hua : utawi dzat kang ditakoake: adapun Dia : He
Allaahu : iku Gusti Allah : adalah Allah : is Allah
ahadun : yaiku siji ngijeni : adalah satu : that One
* Dawuha sira Muhammad, "Dzat kang sira takoake iku Allah ta'ala kang siji ngijeni"
* Katakanlah Muhammad, "Dialah Allah yang Maha Esa"
* Say O Mohammad, " He is Allah, the One"
2. Allaahu al-shomadu
Allaahu : utawi Gusti Allah : adapun Allah : Allah
al-shomadu : iku dzat kang disuwuni : adalah tempat meminta: the self-sufficient
barang kebutuhan segala sesuatu
* Utawi Allah iku kang disuwuni barang kebutuhan
*Adapun Allah itu adalah tempat meminta segala sesuatu
* Allah--the Self-Sufficient Master, Whom all creatures need.
3. Lam yalid walam yuuladu
lam :ora : tidak : not
yalid : peputra : dia beranak : He begets
walam : lan ora : dan tidak : nor
yuuladu: pinutrakake : Dia diperanakkan : He was begotten
* (Allah) niku ora peputra lan ora pinitrakake
* (Allah) itu tidak beranak dan tidak pula diperanakkan
* He begets not, nor He begotten
4. Walam yakun lahu kufuwan ahad
walam yakun : lan ora ana : dan tidak ada : and (there) is not
lahu : marang Allah : terhadap Dia : unto Him
kufuwan : iku madani : adalah yg setara : co-equal
ahadun : sopo sawiji wiji : siapapun orangnya : anyone
* Lan ora ana sawiji kang madani
* Dan tidak ada seorangpun yang setara dengannya
* And there is none co-equal or comparable unto Him
1. Qul hua Allaahu ahad
qul : dawuha sira Muhammad : katakanlah Muhammad : say O Mohammad
hua : utawi dzat kang ditakoake: adapun Dia : He
Allaahu : iku Gusti Allah : adalah Allah : is Allah
ahadun : yaiku siji ngijeni : adalah satu : that One
* Dawuha sira Muhammad, "Dzat kang sira takoake iku Allah ta'ala kang siji ngijeni"
* Katakanlah Muhammad, "Dialah Allah yang Maha Esa"
* Say O Mohammad, " He is Allah, the One"
2. Allaahu al-shomadu
Allaahu : utawi Gusti Allah : adapun Allah : Allah
al-shomadu : iku dzat kang disuwuni : adalah tempat meminta: the self-sufficient
barang kebutuhan segala sesuatu
* Utawi Allah iku kang disuwuni barang kebutuhan
*Adapun Allah itu adalah tempat meminta segala sesuatu
* Allah--the Self-Sufficient Master, Whom all creatures need.
3. Lam yalid walam yuuladu
lam :ora : tidak : not
yalid : peputra : dia beranak : He begets
walam : lan ora : dan tidak : nor
yuuladu: pinutrakake : Dia diperanakkan : He was begotten
* (Allah) niku ora peputra lan ora pinitrakake
* (Allah) itu tidak beranak dan tidak pula diperanakkan
* He begets not, nor He begotten
4. Walam yakun lahu kufuwan ahad
walam yakun : lan ora ana : dan tidak ada : and (there) is not
lahu : marang Allah : terhadap Dia : unto Him
kufuwan : iku madani : adalah yg setara : co-equal
ahadun : sopo sawiji wiji : siapapun orangnya : anyone
* Lan ora ana sawiji kang madani
* Dan tidak ada seorangpun yang setara dengannya
* And there is none co-equal or comparable unto Him
The Translation of Surah Al- Kaafiruun ( The Disbelievers) word by word in Java, Indonesia n Enflish
Bismillaahirrohmaanirrohim
1. Qul yaa ayyuhal kaafiruun
qul : dawuha sira : katakanlah : say
Yaa ayyuhaa: hee eling2 : wahai ingat2 : 0
al-kaafiruuna: wong2 kang padha : orang2 kafir : disbelievers
kafir
* Dawuha sira Muhammad,"Hee wong2 kafir"
* Katakanlah Muhammd, "Wahai orang2 kafir"
* Say O Muhammad,"O Al-Kaafiruun/Disbelievers"
2. Laa a'budu maa ta'buduuna
laa : ora : tidak : not
a'budu : ingsun nyembah : saya menyembah : I shall worship
maa : ing barang : pada apa yang : that which
ta'buduuna: kang sira kabeh : kalian sembah : you worship
padha nyembah
* Ingsun ora bakal nyembah apa2 sing sira sembah
* Saya tidak akan menyembah apa2 yang kalian sembah
* I worship not that which you worship
3. Walaa antum 'aabiduuna maa a'budu
walaa : lan ora : dan tidak : and not
antum : sira kabeh : kalian semua : you
'aabiduuna: iku sira kabeh : adalah kalian : you worship
sembah sembah
maa : ing barang : pada apa2 : tha which
a'budu : kang ingsun sembah: yang saya sembah: I worship
* Lan sira kabeh ora bakal nyembah apa sing tak sembah
* Dan kalian tidak akan menyembah apa yang saya sembah
* Nor will you worship that which I worship
4. Walaa anaa 'aabidun maa 'abadtum
walaa : lan ora : dan tidaklah : and not
anaa : utawi ingsung : adapun saya : I
'aabidun : iku bakal nyembah ingsun: adalah yang : shall worship
menyembah
maa : ing barang : pada apa2 : that which
'abadtum : kang sira kabeh nyembah : yang kalian sembah: you're worshiping
* lan ingsun ora bakal nyembah apa sing sira sembah
* Dan saya tidak akan menyembah apa yang kalian sembah
* And I shall not worship that you are worsjping
5. walaa antum 'aabiduuna maa 'abadtum
walaa : lan ora : dan tidak : and not
antum : utawi sira kabeh : adapun kalian : you
'aabiduuna : iku sira kabeh : adalah kalian menyembah :will worship
sembah
maa : ing barang : pada apa2 : that what
a'budu : kang ingsun sembah: yang saya sembah : I worship
6. lakum diinukum waliya diini
lakum : iku keduwe sira kabeh : adalah bagi kalian : to you
diinukum : utawi agama sira kebah: adapun agama kalaian : your religion
waliya : lan iku keduwe ingsun : dan adalah bagi saya : and to me
diini : utawi agama ingsun : adapun agama saya : my religion
* Kanggo sira kabeh agama sira dewe, kanggo aku agamaku dewe
* Bagimu agamamu, bagiku agamaku
* To you be your religion, and to me my religion
1. Qul yaa ayyuhal kaafiruun
qul : dawuha sira : katakanlah : say
Yaa ayyuhaa: hee eling2 : wahai ingat2 : 0
al-kaafiruuna: wong2 kang padha : orang2 kafir : disbelievers
kafir
* Dawuha sira Muhammad,"Hee wong2 kafir"
* Katakanlah Muhammd, "Wahai orang2 kafir"
* Say O Muhammad,"O Al-Kaafiruun/Disbelievers"
2. Laa a'budu maa ta'buduuna
laa : ora : tidak : not
a'budu : ingsun nyembah : saya menyembah : I shall worship
maa : ing barang : pada apa yang : that which
ta'buduuna: kang sira kabeh : kalian sembah : you worship
padha nyembah
* Ingsun ora bakal nyembah apa2 sing sira sembah
* Saya tidak akan menyembah apa2 yang kalian sembah
* I worship not that which you worship
3. Walaa antum 'aabiduuna maa a'budu
walaa : lan ora : dan tidak : and not
antum : sira kabeh : kalian semua : you
'aabiduuna: iku sira kabeh : adalah kalian : you worship
sembah sembah
maa : ing barang : pada apa2 : tha which
a'budu : kang ingsun sembah: yang saya sembah: I worship
* Lan sira kabeh ora bakal nyembah apa sing tak sembah
* Dan kalian tidak akan menyembah apa yang saya sembah
* Nor will you worship that which I worship
4. Walaa anaa 'aabidun maa 'abadtum
walaa : lan ora : dan tidaklah : and not
anaa : utawi ingsung : adapun saya : I
'aabidun : iku bakal nyembah ingsun: adalah yang : shall worship
menyembah
maa : ing barang : pada apa2 : that which
'abadtum : kang sira kabeh nyembah : yang kalian sembah: you're worshiping
* lan ingsun ora bakal nyembah apa sing sira sembah
* Dan saya tidak akan menyembah apa yang kalian sembah
* And I shall not worship that you are worsjping
5. walaa antum 'aabiduuna maa 'abadtum
walaa : lan ora : dan tidak : and not
antum : utawi sira kabeh : adapun kalian : you
'aabiduuna : iku sira kabeh : adalah kalian menyembah :will worship
sembah
maa : ing barang : pada apa2 : that what
a'budu : kang ingsun sembah: yang saya sembah : I worship
6. lakum diinukum waliya diini
lakum : iku keduwe sira kabeh : adalah bagi kalian : to you
diinukum : utawi agama sira kebah: adapun agama kalaian : your religion
waliya : lan iku keduwe ingsun : dan adalah bagi saya : and to me
diini : utawi agama ingsun : adapun agama saya : my religion
* Kanggo sira kabeh agama sira dewe, kanggo aku agamaku dewe
* Bagimu agamamu, bagiku agamaku
* To you be your religion, and to me my religion
The Translation of Surat Al-Nashr (Pitulung, Pertolongan, The Help) word by word in Java, Indonesia n English
Bismillaahi al-rohmaani al-rohiimi
1. Idzaa jaa a nasrullaahi wa al-fathu
idzaa : nalikane : ketika : when
jaa a : wis tumeka : telah datang : comes
nashru : apa pitulungan : apa pertolongan : the help
allaahi : Gusti Allah : Allah : Allah
wa al-fathu: lan kemenangan: dan kemenangan : and Victory
* Nalika pitulungan lan kemenangan saking Allah wis tumeka
(karebute Mekah)
* Apabila telah datang pertolongan Allah dan kemenangan
* When comes the Help of Allah and Victory (the conquest of Makkah)
2 Wa roaita al-naasa yadkhuluuna fii diini Allaahi afwaajan
wa roaita : lan sira wis weruh : dan kamu telah melihat : and you see
al-naasa : menungsa : manusia : the people
yadkhuluuna : padha melebu kabeh : mereka masuk : they enter
fii al-diini : ingndalem agamane : dalam agama : in religion
Allaahi : Gusti Allah : Allah : Allah
afwaajan : halih golong gemolong : dengan berbondong : in crowds
bondong
* Lan sira weruh menungsa padha melebu agamane Allah kelawan golong gemolong
* Dan engkau melihat manusia berbondong bondong masuk agama Allah
* And thou does see the people enter Allah's Religion in crowds
3.Fasabbih bihamdi robbika wastaghfirhu innahu kaana tawwaaba
fasabbih : mangka sira tasbiha: maka bertasbihlah : celebrate
bihamdi : kelawan muji : dengan memuji : by the praises
robbika : pengeran sira : Tuhanmu : your Lord
wastaghfirhu : lan nyuwuna sepura : dan mohonlah : and pray for
sira marang Allah ampun pada-Nya His Forgivenes
innahu : setuhune Allah : sesungguhnya Dia : verily He
kaana : iku ana Allah : adalah Allah : is
tawwaaba : iku akeh ngapurane : adalah Maha : Oft Returning
menerima taubat ( in forgiveness)
*Mulane sira macaha tasbih kelawan muji ing Pangeranira,serta nyuwuna pangapura
ing Allah, setuhune Allah iku kapareng banget ngapura dosa
* Maka bertasbihlah dengan memuji Tuhanmu dan mohonlah ampunan kepada-Nya,
sungguh, Dia Maha Penerima tobat
* Celebrate the praises of thy Lord, and pray for His Forgiveness;
For He is Oft Returning (in forgiveness)
1. Idzaa jaa a nasrullaahi wa al-fathu
idzaa : nalikane : ketika : when
jaa a : wis tumeka : telah datang : comes
nashru : apa pitulungan : apa pertolongan : the help
allaahi : Gusti Allah : Allah : Allah
wa al-fathu: lan kemenangan: dan kemenangan : and Victory
* Nalika pitulungan lan kemenangan saking Allah wis tumeka
(karebute Mekah)
* Apabila telah datang pertolongan Allah dan kemenangan
* When comes the Help of Allah and Victory (the conquest of Makkah)
2 Wa roaita al-naasa yadkhuluuna fii diini Allaahi afwaajan
wa roaita : lan sira wis weruh : dan kamu telah melihat : and you see
al-naasa : menungsa : manusia : the people
yadkhuluuna : padha melebu kabeh : mereka masuk : they enter
fii al-diini : ingndalem agamane : dalam agama : in religion
Allaahi : Gusti Allah : Allah : Allah
afwaajan : halih golong gemolong : dengan berbondong : in crowds
bondong
* Lan sira weruh menungsa padha melebu agamane Allah kelawan golong gemolong
* Dan engkau melihat manusia berbondong bondong masuk agama Allah
* And thou does see the people enter Allah's Religion in crowds
3.Fasabbih bihamdi robbika wastaghfirhu innahu kaana tawwaaba
fasabbih : mangka sira tasbiha: maka bertasbihlah : celebrate
bihamdi : kelawan muji : dengan memuji : by the praises
robbika : pengeran sira : Tuhanmu : your Lord
wastaghfirhu : lan nyuwuna sepura : dan mohonlah : and pray for
sira marang Allah ampun pada-Nya His Forgivenes
innahu : setuhune Allah : sesungguhnya Dia : verily He
kaana : iku ana Allah : adalah Allah : is
tawwaaba : iku akeh ngapurane : adalah Maha : Oft Returning
menerima taubat ( in forgiveness)
*Mulane sira macaha tasbih kelawan muji ing Pangeranira,serta nyuwuna pangapura
ing Allah, setuhune Allah iku kapareng banget ngapura dosa
* Maka bertasbihlah dengan memuji Tuhanmu dan mohonlah ampunan kepada-Nya,
sungguh, Dia Maha Penerima tobat
* Celebrate the praises of thy Lord, and pray for His Forgiveness;
For He is Oft Returning (in forgiveness)
The Translation of Surat Al-Massad (Urup, Gejolak Api, The Palm Fiber) word by word in Java, Indonesia n English
Bismillaahi al-rahmaani al-rahiimi
Kelawan asmane Allah kang Maha Welas lan Maha Asih
In the name of Allah, the Most Gracious the Most Merciful
1. Tabbat yadaa abii lahabin watabba
tabbat : cilaka : binasalah : perish
yadaa : opo tangan lorone : dua tangannya : the two hands
abii lahabin: abu lahab : abu lahab : abu lahab
watabba : lan bakal kapitunan : dan binasalah : and perish he
sapa abu lahab abu lahab
* Cilaka tangan lorone Abu Lahab lan Abu Lahab bakal kapitunan
* Binasalah kedua tangan Abu Lahab dan benar2 binasa dia
* Perish the two hands of Abu Lahab and perish he
2. Maa aghnaa 'anhu maaluhu wamaa kasaba
maa aghnaa : ora nyugihaken : tidaklah berguna : it will not benefit
'anhu : saking abu lahab : darinya : from him
maaluhu : apa bondone : hartanya abu lahab : his wealth
abu lahab
wamaa : lan barang kang : dan apa yang : and what
kasaba : nyambut gawe : dia telah usahakan : he earned
sapa abu lahab
*Ora bisa nyugihake bandane (lan anakke) serta penggaweane
* Tidaklah berguna baginya hartanya dan apa yang dia usahakan
*His welth (and children) will not benefit him
3. Sayashlaa naaron dzaata lahabin
sayashlaa : bakal nyemplung : kelak dia akan masuk : he will be bernt
sapa abu lahab
naaron : ing neraka : ke dalam neraka : in a fire
dzaata : kang anduweni : yang memiki : of
lahabin : mulat2/murub : menyala nyala : blazing flames
* Deweke bakal nyemplung ana ing neraka kang murub
* Kelak dia akan masuk ke dalam neraka yang menyala-nyala
* He will be bernt in a fire of blazing flames
4. Wamroatuhu hammaalata al-hathobi
wamroatuhu : lan bojone abu lahab : dan istrinya : and his wife
hammaalata : hali nggendong : dalam keadaan : (who is) carrier
membawa
alhathobi : kayu bakar : kayu bakar : wood
* lan bojone abu lahab nggendong kayu bakar(nyebar fitnah)
* Dan istinya (begitu juga) pembawa kayu bakar (penyebar fitnah)
* And his wife, too, who carries wood
5. Fii jiidihaa hamblun min masadi
fii : iku tetep ing ndalem : adalah di dalam : in
jiidihaa : gulune bojone abu lahab: lehernya : her neck
hablun : utawi tampar : adapun tali : (will be)
twisted rope
min masadi: saking dadung : dari sabut yang : of palm fiber
dipintal
* Ing gulune ana kalunge dadhung kang kukuh
* Di lehernya ada tali dari sabut yang dipintal
* In her neck is a twisted rope of palm fiber
Kelawan asmane Allah kang Maha Welas lan Maha Asih
In the name of Allah, the Most Gracious the Most Merciful
1. Tabbat yadaa abii lahabin watabba
tabbat : cilaka : binasalah : perish
yadaa : opo tangan lorone : dua tangannya : the two hands
abii lahabin: abu lahab : abu lahab : abu lahab
watabba : lan bakal kapitunan : dan binasalah : and perish he
sapa abu lahab abu lahab
* Cilaka tangan lorone Abu Lahab lan Abu Lahab bakal kapitunan
* Binasalah kedua tangan Abu Lahab dan benar2 binasa dia
* Perish the two hands of Abu Lahab and perish he
2. Maa aghnaa 'anhu maaluhu wamaa kasaba
maa aghnaa : ora nyugihaken : tidaklah berguna : it will not benefit
'anhu : saking abu lahab : darinya : from him
maaluhu : apa bondone : hartanya abu lahab : his wealth
abu lahab
wamaa : lan barang kang : dan apa yang : and what
kasaba : nyambut gawe : dia telah usahakan : he earned
sapa abu lahab
*Ora bisa nyugihake bandane (lan anakke) serta penggaweane
* Tidaklah berguna baginya hartanya dan apa yang dia usahakan
*His welth (and children) will not benefit him
3. Sayashlaa naaron dzaata lahabin
sayashlaa : bakal nyemplung : kelak dia akan masuk : he will be bernt
sapa abu lahab
naaron : ing neraka : ke dalam neraka : in a fire
dzaata : kang anduweni : yang memiki : of
lahabin : mulat2/murub : menyala nyala : blazing flames
* Deweke bakal nyemplung ana ing neraka kang murub
* Kelak dia akan masuk ke dalam neraka yang menyala-nyala
* He will be bernt in a fire of blazing flames
4. Wamroatuhu hammaalata al-hathobi
wamroatuhu : lan bojone abu lahab : dan istrinya : and his wife
hammaalata : hali nggendong : dalam keadaan : (who is) carrier
membawa
alhathobi : kayu bakar : kayu bakar : wood
* lan bojone abu lahab nggendong kayu bakar(nyebar fitnah)
* Dan istinya (begitu juga) pembawa kayu bakar (penyebar fitnah)
* And his wife, too, who carries wood
5. Fii jiidihaa hamblun min masadi
fii : iku tetep ing ndalem : adalah di dalam : in
jiidihaa : gulune bojone abu lahab: lehernya : her neck
hablun : utawi tampar : adapun tali : (will be)
twisted rope
min masadi: saking dadung : dari sabut yang : of palm fiber
dipintal
* Ing gulune ana kalunge dadhung kang kukuh
* Di lehernya ada tali dari sabut yang dipintal
* In her neck is a twisted rope of palm fiber
The Translation of Surah Al-Kautsar (A River in Paradise) in Java, Indonesia n English
Bismillaahirrohmaanirrohiim
1. Innaa a'thoinaaka al-kautsar
innaa : setuhune Ingsun : sesungguhnya saya : verily We
a'thoinaaka : iku ingsun wis : adalah saya sudah
maringi ing siro memberi pada kamu
: have granted you
al-kautsar : ing telaga kausar : pada telaga kausar :
a river in paradise
*Setuhune Ingsun (Allah) wis maringi telaga kausar marang sira
(Muhammad SAW)
*Sesungguhnya kami telah memberi telaga kausar padamu
Muhammad SAW
* Verily We have granted you (O Muhammad SAW) a river
in paradise (Al-Kautsar)
2. Fasholli lirobbika wanhar
fasholli : mongko solato siri : maka salatlah: therefor turn in prayer
lirobbika : kerana Pangeranira : karena Tuhanmu : to your Lord
wanhar : lan korbanna ira : dan berkorbanlahlah : and sacrifice
*Mulane salatho marang Pangeranira lan nyembeliha kurban
*Maka salatlah karena Tuhanmu dan berkurbanlah
*Therefor turn in prayer to your Lord and sacrifice (to Him only)
3. Inna syaani aka huwal abtaru
inna : setuhune : sesungguhnya : verily
syaani-aka : wong kang gething : orang yang membenci : who hates U
karo sira pada kamu
huwa : wong kang gething : dia : he
al-abtaru : iku wong kang pedhat: adalah orang yang : cut off
terputus
* Sayekti wong kang musuhi sira iku wong kang pedhat (keturunane)
* Sesungguhnya orang yang membenci kamu dialah yang terputus
(keturunannya)
* Verily, for he who hates you (O Muhammad SAW), he will be cut off
1. Innaa a'thoinaaka al-kautsar
innaa : setuhune Ingsun : sesungguhnya saya : verily We
a'thoinaaka : iku ingsun wis : adalah saya sudah
maringi ing siro memberi pada kamu
: have granted you
al-kautsar : ing telaga kausar : pada telaga kausar :
a river in paradise
*Setuhune Ingsun (Allah) wis maringi telaga kausar marang sira
(Muhammad SAW)
*Sesungguhnya kami telah memberi telaga kausar padamu
Muhammad SAW
* Verily We have granted you (O Muhammad SAW) a river
in paradise (Al-Kautsar)
2. Fasholli lirobbika wanhar
fasholli : mongko solato siri : maka salatlah: therefor turn in prayer
lirobbika : kerana Pangeranira : karena Tuhanmu : to your Lord
wanhar : lan korbanna ira : dan berkorbanlahlah : and sacrifice
*Mulane salatho marang Pangeranira lan nyembeliha kurban
*Maka salatlah karena Tuhanmu dan berkurbanlah
*Therefor turn in prayer to your Lord and sacrifice (to Him only)
3. Inna syaani aka huwal abtaru
inna : setuhune : sesungguhnya : verily
syaani-aka : wong kang gething : orang yang membenci : who hates U
karo sira pada kamu
huwa : wong kang gething : dia : he
al-abtaru : iku wong kang pedhat: adalah orang yang : cut off
terputus
* Sayekti wong kang musuhi sira iku wong kang pedhat (keturunane)
* Sesungguhnya orang yang membenci kamu dialah yang terputus
(keturunannya)
* Verily, for he who hates you (O Muhammad SAW), he will be cut off
Surat 106 Al-Quraisy (Suku Qurais, Quraish) Makiyyah 4 Ayat
Bismillaahirrohmaanirrohiim
1. Li iilaafi quraisyin
li iilaafi : kerana kebiasaane : karena kebiasaan : for the familiarity
quraisyin : wong2 qurais : orang2 qurais : quraish
* Kerana kebiasaane wong2 qurais
* Karena kebiasaannya orang2 qurais
* For the familiarity of the Quraish
2. Iilaafihim rihlata al-syitaai wa al-shoifi
iilaafihim : yaiku kebiasaane wong2 qurais: yakni kebiasaan mereka: their familiarity
rihlata : ing lelungan : pada bepergian : with the journeys
al-syitaai :ing ndalem mangsa rendeng : pada musim dingin : by winter
wa al-shoifi : lan mangsa ketigo : dan musim panas : and summer
*Yoiku kebiasaane wong2 qurais lelungan ana ing mangsa rendeng lan ketigo
*Yaitu kebiasaannya mereka bepergian pada musim dingin dan panas
* The familiarity with the journeys by winter and summer
3. Falya'buduu robba haadzalbaiti
falya'buduu : mangka nyembaha sira kabeh: maka beribadahlah kalian : let them worship
robba : ing pangeran : pada Tuhan : to the Lord
haadzal baiti : iki omah : ini rumah : this House
*Mangka nyembaha sira kabeh marang Pangerane iki omah (Ka'bah)
* Maka hendaklah mereka menyembah Tuhan (pemilik)ini rumah (Ka'bah)
* Let them worship to the Lord of this House
4. Alladzii ath'amahum min juu'in wa aamanahum min khoufi
alladzii : dzat kang : dzat yang : Who
ath'amahum : dzat kang maringi pangan : Dia memberi makan: He has fed them
marang wong2 qurais pada mereka
min juu'in : saking luwe : dari kelaparan : against hunger
wa aamanahum: lan dzat kang paring aman : dan Dia memberi : and He provides scurity
marang wong2 qurais keamanan pada mereka
min khoufi : saking wedi : dari ketakutan : against fear
* Pangeran kang maringi pangan tambane luwe lan maringi keamanan saking rasa wedi
* (Dia) yang telah memberi makanan kepada mereka untuk menghilangkan lapar
dan mengamankan mereka dar ketakutan
* Who provides them with food against hunger and with scurity against fear (of danger)
li iilaafi : kerana kebiasaane : karena kebiasaan : for the familiarity
quraisyin : wong2 qurais : orang2 qurais : quraish
* Kerana kebiasaane wong2 qurais
* Karena kebiasaannya orang2 qurais
* For the familiarity of the Quraish
2. Iilaafihim rihlata al-syitaai wa al-shoifi
iilaafihim : yaiku kebiasaane wong2 qurais: yakni kebiasaan mereka: their familiarity
rihlata : ing lelungan : pada bepergian : with the journeys
al-syitaai :ing ndalem mangsa rendeng : pada musim dingin : by winter
wa al-shoifi : lan mangsa ketigo : dan musim panas : and summer
*Yoiku kebiasaane wong2 qurais lelungan ana ing mangsa rendeng lan ketigo
*Yaitu kebiasaannya mereka bepergian pada musim dingin dan panas
* The familiarity with the journeys by winter and summer
3. Falya'buduu robba haadzalbaiti
falya'buduu : mangka nyembaha sira kabeh: maka beribadahlah kalian : let them worship
robba : ing pangeran : pada Tuhan : to the Lord
haadzal baiti : iki omah : ini rumah : this House
*Mangka nyembaha sira kabeh marang Pangerane iki omah (Ka'bah)
* Maka hendaklah mereka menyembah Tuhan (pemilik)ini rumah (Ka'bah)
* Let them worship to the Lord of this House
4. Alladzii ath'amahum min juu'in wa aamanahum min khoufi
alladzii : dzat kang : dzat yang : Who
ath'amahum : dzat kang maringi pangan : Dia memberi makan: He has fed them
marang wong2 qurais pada mereka
min juu'in : saking luwe : dari kelaparan : against hunger
wa aamanahum: lan dzat kang paring aman : dan Dia memberi : and He provides scurity
marang wong2 qurais keamanan pada mereka
min khoufi : saking wedi : dari ketakutan : against fear
* Pangeran kang maringi pangan tambane luwe lan maringi keamanan saking rasa wedi
* (Dia) yang telah memberi makanan kepada mereka untuk menghilangkan lapar
dan mengamankan mereka dar ketakutan
* Who provides them with food against hunger and with scurity against fear (of danger)
Surat 103 Al-"Ashr ( Wektu, Waktu, The Time) 3 Verses, Makiyyah
Bismillaahirrohmaanirrohiim
1. Wa al'ashri
wa al 'ashri : demi wektu ashar : demi masa : by the time
* Dhemi wektu
* Demi masa
* By the time
2. Inna al-insaana lafii khusrin
inna : setuhune : sesungguhnya : verily
al-insaana : utawi menungsa : adapun manusia itu : man
lafii : iku yekti ing ndalem : adalah sungguh dalam ; is in
khusrin : kapitunan : kerugian : loss
* Sayekti menungsa iku setuhune ing ndalem kapitunan
* Sesunggunguhnya manuswia itu benar-benar dalam kerugian
* Verily, man is loss
3. Illa alladziina aamanuu wa 'amiluu al-shoolihaati watawaashouu bi al-haqqi
watawaashouu bi al-shobri
illaa : kejaba : kecuali : except
alladziina : wong2 kang : orang-orang yang : those who
aamanuu : wis iman kabeh : mereka telah beriman : they believe
wa 'amiluu : lan wis padha ngelakoni : dan mereka telah mengerjakan: and they do
kabeh
al-shoolihaati: ing pira2 keapian : pada berbagai kebaikan : righteous deeds
wa : lan : dan : and
tawaashouu : pada weling wineling : mereka saling berpesan : recommend
wong akeh one another
bi al-haqqi : kelawan keapian : dengan kebenaran : to the truth
wa : lan : dan : and
tawaashouu: padha weling wineling : mereka saling berpesan : recommend
wong akeh one another
bi al-shobri : kelawan sabar : dengan kesabaran : to patience
* Kejaba wong2 kang padha iman ( kepada Allah) angestu lan padha nindaake
penggawean kang becik serta weling wineling kelawan bener lan
weling wineling kelawan sabar
* Kecuali orang2 yang beriman dan mengerjakan kebajikan serta saling menasihati
untuk kebenaran dan saling menasihati untuk kesabaran
* Except those who believe ( in Islamic Monotheism) and do righteous good deeds,
and recommended one anothe to the truth, and recommended one another to patience
1. Wa al'ashri
wa al 'ashri : demi wektu ashar : demi masa : by the time
* Dhemi wektu
* Demi masa
* By the time
2. Inna al-insaana lafii khusrin
inna : setuhune : sesungguhnya : verily
al-insaana : utawi menungsa : adapun manusia itu : man
lafii : iku yekti ing ndalem : adalah sungguh dalam ; is in
khusrin : kapitunan : kerugian : loss
* Sayekti menungsa iku setuhune ing ndalem kapitunan
* Sesunggunguhnya manuswia itu benar-benar dalam kerugian
* Verily, man is loss
3. Illa alladziina aamanuu wa 'amiluu al-shoolihaati watawaashouu bi al-haqqi
watawaashouu bi al-shobri
illaa : kejaba : kecuali : except
alladziina : wong2 kang : orang-orang yang : those who
aamanuu : wis iman kabeh : mereka telah beriman : they believe
wa 'amiluu : lan wis padha ngelakoni : dan mereka telah mengerjakan: and they do
kabeh
al-shoolihaati: ing pira2 keapian : pada berbagai kebaikan : righteous deeds
wa : lan : dan : and
tawaashouu : pada weling wineling : mereka saling berpesan : recommend
wong akeh one another
bi al-haqqi : kelawan keapian : dengan kebenaran : to the truth
wa : lan : dan : and
tawaashouu: padha weling wineling : mereka saling berpesan : recommend
wong akeh one another
bi al-shobri : kelawan sabar : dengan kesabaran : to patience
* Kejaba wong2 kang padha iman ( kepada Allah) angestu lan padha nindaake
penggawean kang becik serta weling wineling kelawan bener lan
weling wineling kelawan sabar
* Kecuali orang2 yang beriman dan mengerjakan kebajikan serta saling menasihati
untuk kebenaran dan saling menasihati untuk kesabaran
* Except those who believe ( in Islamic Monotheism) and do righteous good deeds,
and recommended one anothe to the truth, and recommended one another to patience
"Politik itu seperti Raden Gatotkaca"
Politik itu seperti Raden Gatokaca, yang dalam dunia pewayangan bersisilah putra Bimasena dari istri Dewi Arimbi. Meskipun fisiknya masih ada genetik raksasa, tetapi berkat kecanggihan teknologi kedokteran dan metarulgi ala wayang, wajahnya dapat ditutup dengan topeng dari baja, sehingga kelihatan ganteng dan berwibawa. Dalam dunia wayang itu, Gatotkoco dielu-elukan sebagai pahlawan oleh para Pandawa karena meskipun masih muda belia, rela berkorban maju ke medan perang membela kebenaran dan keadilan.
Namun di mata musuh musuhnya, Gatotkaca dianggap sebagai anak kemarin sore yang sombong dan tak tahu diri, termasuk oleh Pakdenya sendiri Adipati Karno dari Awangga. Karno-lah yang kemudian melepaskan panah senjata Kunto yang membuat Gatotkaca ambruk ke bumi untuk selamanya.
Begitulah politik selalu berwajah dua atau kerapkali berwajah abstrak. Makna yang muncul, nilai yang tersembul, dan konotasi yang terbentuk, bisa berbeda beda tergantung dari mana orang memandangnya atau dengan kacamata apa orang mengindrainya. Kata lain yang agak keren, politik itu adalah sesuatu yang PARADOKS, dua sisi yang menyatu tak terpisahkan tetapi karakteristiknya bertolak belakang.
Politik itu seperti Sri Krisna, yang di satu sisi memposisikan diri sebagai mediator bagi terciptanya perdamaian di Astina Raya tetapi dalam batinnya memihak salah satu kubu saja, yakni kubunya para Pandawa. Meskipun dalam mitologi Jawa, Krisna itu diidentikkan dengan titisan dewa wisnu--yang bertugas memelihara alam semesta, tetapi bila harga dirinya terusik bisa TIWIKRAMA--berubah wujud menjadi raksasa.
Bila sudah berubah wujud menjadi besar menyamai gunung anakan, maka perangainya pun sangat kontroversial, merusak, menghancurkan, membinasakan, dan memporak porandakan!
Politik itu seperti Arjuna, Kesatria penengah Pandawa yang terkenal sakti karena suka bertapa (hermenetiknya, bisa berarti suka merenung, menghindari hiruk pikuk keduniaan dan relegius), tetapi sekaligus menjadi kontroversi ketika Arjuna yang digambarkan sebagai 'lelananging jagad'--yaitu lelaki yang punya istri dimana mana, terkesan jadi tokoh hidung belang yang Thoklengku, bathok meleng meleng diaku.
Politik itu seperti Yudistira, sulungnya Pandawa yang digambarkan darahnya putih karena tiada dosa, tetapi sekali tempo juga bisa berbohong akibat rayuan Sri Krisna, meskipun kebohongannya dengan suara lirih mengatakan bahwa putra begawan Durna yang bernama Aswatama telah tewas di padang Kurusetra, tetap saja berbohong. Sebab berbohong itu tidak mengenal kategori bohong dengan suara keras ataupun bohong dengan berbisik bisik.
Politik itu seperti kisah keluarga Pandawa dan Kurawa, dua keluarga yang sesungguhnya masih terikat tali keturunan yang sama. Destarata yang buta adalah kakak Pandu Dewanata. Destarata menurunkan Duryudana dan seratus adikna yang lain, sedangkan Pandu menurunkan Yudhistira dan keempat adiknya yang lain. Keluarga Duryudana selanjutnya disebut wangsa Kurawa sedangkan keluarga Pandu selanjutnya disebut wangsa Pandawa. Dua keluarga inilah yang kemudian menggelar perang besar yang disebut Baratayudha Jayabinangun.
Itulah paradoks. Sebuah keluarga yang semestinya hidup rukun, adem ayem toto tentrem, kerto raharjo, ternyata mampu saling menghancurkan. Meskipun ada banyak tafsir dihadirkan pada kisah tersebut, antara lain sebagai seleksi atas simbol kebenaran melawan keangkaramurkaan, toh tetap saja tak mampu menyembunyikan paradoksnya. Perang itu sumbernya adalah berebut kekuasaan, berebut tahta atau singgasana. Paradoks yang lain, meskipun Pandawa selalu disimbolkan sebagai suri tauladan kebenaran toh tetap ironis. Kenapa?
Sebab Pandawa selalu mempersoalkan kerajaan Astina yang dipimpin Duryudana, padahal memang Duryudana-lah sesungguhnya pewaris sah negeri itu, sebab Duryudana adalah putra Distarata. Distarata adalah kakak Pandu. Dalam hirarki kekuasaan, putra tertua adalah lebih berhak atas waris kekuasaan. Jadi, bagaimana mungkin bisa disebut benar bila berjuang merebut hak milik orang lai? Tetapi itulah pelajaran dari paradoks (politik), yang banyak menyisakan pertanyaan di seputar hakekat kebenaran.
Politik itu seperti Bung Karno. Sekali tempo ketika karirnya menapaki zaman keemasan. ia dielu-elukan sebagai "Ratu Adil" yang diyakini akan membebaskan bangsa ini dari kemiskinan, kesengsasaraan, dan penindasan, sehingga ia pun sempat dinobatkan sebagai Presiden Seumur Hidup. Biyu...biyuh... tetapi pada saat yang lain, ia pun dituduh bersekongkol dengan Partai Komunias Indonesia (PKI) dalam tragedi berdarah akhir September 1965. Nyaris saja, proklamator kita itu menukik tajam ke dalam stegmatisasi politik yang sangat kejam, untungnya Pak Harto masih mau "mikul duwur mendem jero", sehingga Bung Karno tidak pernah jadi dipermalukan sampai ke pengadilan.
Itupun terjadi pada Pak Harto sendiri. Ketika jaya dielu elukan bagai pahlawan, sampai diberi gelar "Bapak Pembangunan", setelah lengser masih juga dihujat dan dituntut untuk diadaili. Bahkan sampai jatuh sakit, hingga daya pikirnya tak berjalan normal pun, orang orang masih mencercanya juga. Tapi seiring berjalannya waktu, kelak orang akan merindukan kehdirannya lagi. seperti juga banyak orang yang rindu akan kehadiran Bung Karno, juga kehadiran Gus Dur yang fenomenal itu.
Itulah politik yang penuh paradoks. Baik atau buruk batasannya begitu tipis, disanjung dan dimaki silih berganti, dotolak dan dirindu hanya soal waktu. Inilah inti pemikiran saya tentang dunia politik. Mungkin juga banyak salahnya, tetapi saya yakin ada juga betulnya. Kalau ada yang punya pendapat lain, monggo kita saling sharing pemikiran untuk saling asah asih n asuh.
S u w u n.
Namun di mata musuh musuhnya, Gatotkaca dianggap sebagai anak kemarin sore yang sombong dan tak tahu diri, termasuk oleh Pakdenya sendiri Adipati Karno dari Awangga. Karno-lah yang kemudian melepaskan panah senjata Kunto yang membuat Gatotkaca ambruk ke bumi untuk selamanya.
Begitulah politik selalu berwajah dua atau kerapkali berwajah abstrak. Makna yang muncul, nilai yang tersembul, dan konotasi yang terbentuk, bisa berbeda beda tergantung dari mana orang memandangnya atau dengan kacamata apa orang mengindrainya. Kata lain yang agak keren, politik itu adalah sesuatu yang PARADOKS, dua sisi yang menyatu tak terpisahkan tetapi karakteristiknya bertolak belakang.
Politik itu seperti Sri Krisna, yang di satu sisi memposisikan diri sebagai mediator bagi terciptanya perdamaian di Astina Raya tetapi dalam batinnya memihak salah satu kubu saja, yakni kubunya para Pandawa. Meskipun dalam mitologi Jawa, Krisna itu diidentikkan dengan titisan dewa wisnu--yang bertugas memelihara alam semesta, tetapi bila harga dirinya terusik bisa TIWIKRAMA--berubah wujud menjadi raksasa.
Bila sudah berubah wujud menjadi besar menyamai gunung anakan, maka perangainya pun sangat kontroversial, merusak, menghancurkan, membinasakan, dan memporak porandakan!
Politik itu seperti Arjuna, Kesatria penengah Pandawa yang terkenal sakti karena suka bertapa (hermenetiknya, bisa berarti suka merenung, menghindari hiruk pikuk keduniaan dan relegius), tetapi sekaligus menjadi kontroversi ketika Arjuna yang digambarkan sebagai 'lelananging jagad'--yaitu lelaki yang punya istri dimana mana, terkesan jadi tokoh hidung belang yang Thoklengku, bathok meleng meleng diaku.
Politik itu seperti Yudistira, sulungnya Pandawa yang digambarkan darahnya putih karena tiada dosa, tetapi sekali tempo juga bisa berbohong akibat rayuan Sri Krisna, meskipun kebohongannya dengan suara lirih mengatakan bahwa putra begawan Durna yang bernama Aswatama telah tewas di padang Kurusetra, tetap saja berbohong. Sebab berbohong itu tidak mengenal kategori bohong dengan suara keras ataupun bohong dengan berbisik bisik.
Politik itu seperti kisah keluarga Pandawa dan Kurawa, dua keluarga yang sesungguhnya masih terikat tali keturunan yang sama. Destarata yang buta adalah kakak Pandu Dewanata. Destarata menurunkan Duryudana dan seratus adikna yang lain, sedangkan Pandu menurunkan Yudhistira dan keempat adiknya yang lain. Keluarga Duryudana selanjutnya disebut wangsa Kurawa sedangkan keluarga Pandu selanjutnya disebut wangsa Pandawa. Dua keluarga inilah yang kemudian menggelar perang besar yang disebut Baratayudha Jayabinangun.
Itulah paradoks. Sebuah keluarga yang semestinya hidup rukun, adem ayem toto tentrem, kerto raharjo, ternyata mampu saling menghancurkan. Meskipun ada banyak tafsir dihadirkan pada kisah tersebut, antara lain sebagai seleksi atas simbol kebenaran melawan keangkaramurkaan, toh tetap saja tak mampu menyembunyikan paradoksnya. Perang itu sumbernya adalah berebut kekuasaan, berebut tahta atau singgasana. Paradoks yang lain, meskipun Pandawa selalu disimbolkan sebagai suri tauladan kebenaran toh tetap ironis. Kenapa?
Sebab Pandawa selalu mempersoalkan kerajaan Astina yang dipimpin Duryudana, padahal memang Duryudana-lah sesungguhnya pewaris sah negeri itu, sebab Duryudana adalah putra Distarata. Distarata adalah kakak Pandu. Dalam hirarki kekuasaan, putra tertua adalah lebih berhak atas waris kekuasaan. Jadi, bagaimana mungkin bisa disebut benar bila berjuang merebut hak milik orang lai? Tetapi itulah pelajaran dari paradoks (politik), yang banyak menyisakan pertanyaan di seputar hakekat kebenaran.
Politik itu seperti Bung Karno. Sekali tempo ketika karirnya menapaki zaman keemasan. ia dielu-elukan sebagai "Ratu Adil" yang diyakini akan membebaskan bangsa ini dari kemiskinan, kesengsasaraan, dan penindasan, sehingga ia pun sempat dinobatkan sebagai Presiden Seumur Hidup. Biyu...biyuh... tetapi pada saat yang lain, ia pun dituduh bersekongkol dengan Partai Komunias Indonesia (PKI) dalam tragedi berdarah akhir September 1965. Nyaris saja, proklamator kita itu menukik tajam ke dalam stegmatisasi politik yang sangat kejam, untungnya Pak Harto masih mau "mikul duwur mendem jero", sehingga Bung Karno tidak pernah jadi dipermalukan sampai ke pengadilan.
Itupun terjadi pada Pak Harto sendiri. Ketika jaya dielu elukan bagai pahlawan, sampai diberi gelar "Bapak Pembangunan", setelah lengser masih juga dihujat dan dituntut untuk diadaili. Bahkan sampai jatuh sakit, hingga daya pikirnya tak berjalan normal pun, orang orang masih mencercanya juga. Tapi seiring berjalannya waktu, kelak orang akan merindukan kehdirannya lagi. seperti juga banyak orang yang rindu akan kehadiran Bung Karno, juga kehadiran Gus Dur yang fenomenal itu.
Itulah politik yang penuh paradoks. Baik atau buruk batasannya begitu tipis, disanjung dan dimaki silih berganti, dotolak dan dirindu hanya soal waktu. Inilah inti pemikiran saya tentang dunia politik. Mungkin juga banyak salahnya, tetapi saya yakin ada juga betulnya. Kalau ada yang punya pendapat lain, monggo kita saling sharing pemikiran untuk saling asah asih n asuh.
S u w u n.
Kamis, 19 Mei 2011
"Eksistensi Partai Poltik"
Saya mulai bahasan ini dengan mempertanyakan siapakah politisi itu? Kebanyakan orang mengidentikkan politisi sebatas orang yang aktif dalam kegiatan kepartaian. Pendapat ini tidak seratus persen benar, tetapi juga tidak seratus persen salah. Setiap orang sesungguhnya adalah seorang politisi, sepanjang orang tersebut berada dalam interaksi sosial, maka aktivitas politik tak mungkin dihindari. Bahkan dalam kehidupan keluarga harus melibatkan proses konflik dan konsensus, distribusi tugas dan tanggung jawab, menghadap orang lain, mengikuti kemauan salah satu pihak, maka disinilah terjadi Proses Politik.
Contoh sederhana diungkapkan oleh Prof. Dr. Ichlasul Amal--guru besar ilmu politik dari Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta : ketika dua orang sama sama ingin minum jenis minuman yang sama (kopi misalnya), maka tidak perlu ada polemik. Tetapi, ketika beranjak ke pertanyaan dimana minumnya? Atau kapan minumnya? Maka satu sama lain saling menawarkan konsep untuk mendapat kesepakatan bersama. Bila tempat dan waktu yang disodorkan berbeda, pastilah salah satu harus mengalah, salah satu harus menyesuaikan dengan yang lain. Bila keduanya saling ngotot pada konsepnya masing masing, maka tidak akan pernah terjadi acara minum kopi bersama.
Setiap individu adalah politisi yang membedakan adalah partisipasi politiknya. Bisa berdasarkan kontek, cakupan berpolitik, dan isi dalam politik. Dalam konteks politik bernegara, maka cakupan kerja politik adalah bagaimana dirinya secara aktif turut serta dalam mempengaruhi pengambilan keputusan politik. Isi dalam partisipasi politik bisa berwujud tuntutan (demand) dan dukungan (support).
Saluran yang secara ersmi digunakan untuk mempengaruhi pengambilan keputusan keputusan politik menurut saya ada dua jalur, yakni jalur parpol dan jalur sosial. Menurut saya, jalur parpol lebih efektif karena secara langsung bisa mengakses pusat pusat kekuasaan. Jabatan jabatan publik bergulir melaui saluran kepartaian; penentuan alokasi APBN dan APBD secara tidak langsung melalui tangan tangan parpol di fraksi fraksi legislatif maupun kabinet; pertarungan rancangan perundangan harus melalui pintu masuk legislatif meskipun rancangannya berasal dari eksekutif; kontrol terhadap jalannya pemerintahan di legislatiflah tempatnya. Dengan demikian saya berpendapat, bahwa sumber daya manusia yang mengendalikan parpol haruslan berkualitas, baik dilihat dalam segi moral, kompetensi sosial, maupun intelektual.
Kita semua tahu bahwa pengisian jabatan publik , proses rekruitmennya melalui parpol. Maka logikanya partai haruslah menyiapkan kader kadernya untuk mengisi peluang tersebut. Jabatan publik ini sangat penting karena dalam kurun waktu tertentu akan menjalankan roda pemerintahan. Bila kader yang ditempatkan pada posisi tersebut tidak qualified yang bisa dilihat dari rendahnya kinerja, maka disadari atau tidak akan meluruhkan reputasi parpol. Apalagi bila sampai si kader parpol ini membuat skandal yang menggemparkan masyarakat, maka citra partai menjadi taruhannya.
Kualifikasi kader ini acap kali kurang mendapat perhatian parpol. Meskipun di dalam struktur partai ada bidang Keorganisasian atau Sumber Daya Manusia (SDM), maka pekerjaannya, biasanya, hanya membuka anak cabang arau ranting ranting di daerah. Soal siapa yang memimpin Cabang belumlah sempat dikaji secara mendalam. Acapkali yang menjadi pertimbangan hanya sebatas kualifikasi mempunyai jaringan sosial. Itu saja.
Sementara jaringan sosial macam apa, tidak dipersoalkan. Padahal jaringan sosial itu banyak macamnya. Para preman yang pekerjaannya memeras para pedagang di Pasar Tanah Abang juga punya jaringan cukup besar, pengedar narkoba juga punya jaringan yang solid, para germo PSK/Gigolo punya jaringan juga, para penggemar judi ya punya jaringan. Nah, kalau kriterianya pokok punya jaringan, betapa bahayanya bila salah satu di antara mereka berhasil menggenggam jabatan publik? Yang rugi pasti partai dan yang celaka pasti rakyat.
Ini menunjukkan bahwa mekanisme kerja parpol masih menyamakan dirinya dengan pedagang sayur. Yang penting barangnya laku, soal siapa yang membeli tak ambil pusing, 'Emangnya gue pikirin'.
Jika produk yng dijual sebatas sayur-mayur, memang tidak punya efek apa-apa, siapapun yang membeli atau yang mengkonsumsinya. Sayur itu sifatnya netral, asalkan dimasak dengan baik dan tidak beracun, maka di dalam perut siapaun bisa mengenyangkan. Eek sayur tidak membedakan apakah dia itu pejabat sipil, kiyai, militer, dosen, dukun, ataupun garong, pokok dikunyah, masuk ke dalam perut bersama nasi, efeknya kenyang. Itu saja!
Beda dengan produk politik, produk politik itu sangat abstrak tapi menentukan nasib banyak orang. Bila merancangnya salah, tujuannya penuh dengan kepentingan (vested of interest), maka bisa membahayakan banyak orang.
Karena itu, SDM yang mempunyai kualifikasi intlektual dan moral menjadi sangat penting. Sayangnya, parpol justru sering kali resisten kalu tidak boleh dibilang alergi) terhadap SDM semacam ini. Katanya, mereka itu sering kali dituduh sangat idealis, sehingga dikhawatirkan sangat menyulitkan partai.
Saya sendiri tak habis pikir, mengapa orang yang mempunyai idealisme justru dihindari oleh partai? apakah ini suatu pertanda bahwa partai partai yang berdiri dan berkembang tanpa idealisme. Barati yang berjalan selama ini tak lebih dari sekedar pragmatisme belaka.
Padahal, bila partai mampu mengakomodir personal seperti itu, banyak manfaat yang bisa didapat. Orang idealis itu biasanya punya gagasan yang banyak, maka partai dapat menyerapnya untuk tujuan keinovasian. Dengan demikian, partai terhindar dengan kejenuhan (overload). Sebaliknya,partai menjadi dinamis karena diversifikasi sinergi, program dan human relation-nya.
Partai baru merasakan betapa minmnya SDM yang dipunyai ketika proses rekruitmen politik terjadi. Tiba-tiba bingung mencari figur yang layak. Banyak orang di dalamnya tapi tak ada yang layak jual. Akhirnya partai ini klimpungan mencari sosok di luar partai. Jika kaderisasi di tubuh partai berjalan baik, tidak mungkin sosok semacam Dr. Alisyhbana dan atau Ir. Elangga Satriya Agung terpilih menjadi calon walikota Surabaya, sebab keduanya tokoh yang dibesarkan di luar partai.
Alasan lain, mengapa SDM yang punya moralitas dan intlektual bagus tidak terakomodir di dalam partai, dugaan saya, karena kuatnya klik klik pragmatisme yang senantiasa berusaha mengabadikan status quo. Dengan mengatasnamakan nilai hostoris partai misalnya, mereka menempatkan dirinya seolah olah sebagai 'pemilik' partai. Mereka menganggap pemilik saham paling besar dalam partai yang diidentikan dengan perusahaan.
Maka lama kelamaan, partai yang jargonnya 'terbuka' pun justru berprilaku sangat tertutup (eksklusif). Inilah awal mulai menurunya kredibilitas partai di mata masyarakat. Masyarakat beranggapan bahwa partai hanya memperjuangkan kepentingannya sendiri, bahkan kepentingan seglintir orang di dalamnya. Sampai ada yang bilang, janji janji orang partai itu ibarat kentut busuk penuh racun. Duh!
Indikator yang paling mencolok turunnya wibawa partai antara lain, terpilihnya Bambang Susilo Yudhoyono (SBY) dalam pemilu presiden 2004 dan 2009. Fenomena tersebut membuktikan bahwa performa SBY sebagai individu mampu mengalahkan kebesaran partainya sendiri (Partai Demokrat), bahkan parpol parpol besar lainnya.
Menurunya wibawa partai sesungguhnya seuah gejala patologis dalam sistem politik, sebab partai yang semula diharapkan mampu menjadi saluran bagi lalu lntas kepentingan dan kekuatan, menjadi tersumbat. Salah satu hakekat partai adalah mengabstraksikan konflik yang ada dibawa ke dalam dislokasi sistematis.
Gesekan gesekan kepentingan di akar rumput coba dialihkan ke saluran partai untuk dicarikan solusi. Jika partai sudah tidak dipercaya menampung saluran itu, maka aliran konflik menjadi sulit mencair (bahkan tersumbat). Konflik horisontal sering meletus di tingkat bawah tak lain disebabkan hilangnya fungsi kanalisasi partai politik.
Jadi, partai itu merupakan salah satu pilar sangat penting dalam kehidupan politik, namun sekaligus juga menjadi faktor destruktif bila tidak berfungsi secara baik. Kecendrungan eksklusif dari sebagian partai inilah yang sekaligus menjadi sebab mengapa SDM yang punya dedikasi moral dan intlektual relatif bagus menjadi alergi terhadap parpol. Sedangkan mereka yang terlanjur masuk, biasana menjadi tak mampu berbuat apa apa karena besarnya hegemoni paham pragmatisme dan oportunisme. Atau bahkan, mereka itu tak tahan menghadapi gempuran, sampai akhirnya memilih larut dalam kecendrungan destrukstif.
Sayang memang, SDM potensial yang semestinya bisa mewarnai kehidupan politik secara lebih baik ini, justru tidak terberdayakan. Selanjutnya, dari segi partisipasi poltik, mereka bisa jatuh dalam derajat apatisme yang paling rendah, palng dasar.
Sampai di sini saya tetap berkeyakinan, partai politik masih tetap merupakan saluran utama dalam proses politik. Saluran saluran lain, sosial misalnya, mesti harus melalui parpol bila ingin mempengaruhi agenda politik. Seperti Ormas Muhammadiyah misalnya, banyak warganya, yang menyalurkan aspirasi melalui Partai Amanat Nasional (PAN) atau warga Nahdlotul Ulama (NU) banyak menyalurkan aspirasinya melalui KPB (Partai Kebangkitan Bangsa).
Sedangkan figur yang hanya mengandalkan kekuatan personalnya (sering disebut sbg kalangan independen) hanya berhasil menjadi rujukan (refrensi) moral belaka. Misalnya kita sebut disini (almarhum) Prof. Dr. Nurcholis Majid (Cak Nur), pendapatnya sangat diperhitungkan sebagai kajian, sosoknya sering dimanfaatkan secara manipulate oleh orang orang yang ingin menyerap pengarush (power and influencea) untuk kepentingan memperluas dukungan (misalnya, calon.x minta restu kepadanya, lalu diekspose di dalam media massa). pemikiran dan sikap Cak Nur sangat diminati banyak kalangan partai, tetapi begitu sosoknya sendiri ditawarkan, resistensinya sangat tinggi.
Contoh sederhana diungkapkan oleh Prof. Dr. Ichlasul Amal--guru besar ilmu politik dari Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta : ketika dua orang sama sama ingin minum jenis minuman yang sama (kopi misalnya), maka tidak perlu ada polemik. Tetapi, ketika beranjak ke pertanyaan dimana minumnya? Atau kapan minumnya? Maka satu sama lain saling menawarkan konsep untuk mendapat kesepakatan bersama. Bila tempat dan waktu yang disodorkan berbeda, pastilah salah satu harus mengalah, salah satu harus menyesuaikan dengan yang lain. Bila keduanya saling ngotot pada konsepnya masing masing, maka tidak akan pernah terjadi acara minum kopi bersama.
Setiap individu adalah politisi yang membedakan adalah partisipasi politiknya. Bisa berdasarkan kontek, cakupan berpolitik, dan isi dalam politik. Dalam konteks politik bernegara, maka cakupan kerja politik adalah bagaimana dirinya secara aktif turut serta dalam mempengaruhi pengambilan keputusan politik. Isi dalam partisipasi politik bisa berwujud tuntutan (demand) dan dukungan (support).
Saluran yang secara ersmi digunakan untuk mempengaruhi pengambilan keputusan keputusan politik menurut saya ada dua jalur, yakni jalur parpol dan jalur sosial. Menurut saya, jalur parpol lebih efektif karena secara langsung bisa mengakses pusat pusat kekuasaan. Jabatan jabatan publik bergulir melaui saluran kepartaian; penentuan alokasi APBN dan APBD secara tidak langsung melalui tangan tangan parpol di fraksi fraksi legislatif maupun kabinet; pertarungan rancangan perundangan harus melalui pintu masuk legislatif meskipun rancangannya berasal dari eksekutif; kontrol terhadap jalannya pemerintahan di legislatiflah tempatnya. Dengan demikian saya berpendapat, bahwa sumber daya manusia yang mengendalikan parpol haruslan berkualitas, baik dilihat dalam segi moral, kompetensi sosial, maupun intelektual.
Kita semua tahu bahwa pengisian jabatan publik , proses rekruitmennya melalui parpol. Maka logikanya partai haruslah menyiapkan kader kadernya untuk mengisi peluang tersebut. Jabatan publik ini sangat penting karena dalam kurun waktu tertentu akan menjalankan roda pemerintahan. Bila kader yang ditempatkan pada posisi tersebut tidak qualified yang bisa dilihat dari rendahnya kinerja, maka disadari atau tidak akan meluruhkan reputasi parpol. Apalagi bila sampai si kader parpol ini membuat skandal yang menggemparkan masyarakat, maka citra partai menjadi taruhannya.
Kualifikasi kader ini acap kali kurang mendapat perhatian parpol. Meskipun di dalam struktur partai ada bidang Keorganisasian atau Sumber Daya Manusia (SDM), maka pekerjaannya, biasanya, hanya membuka anak cabang arau ranting ranting di daerah. Soal siapa yang memimpin Cabang belumlah sempat dikaji secara mendalam. Acapkali yang menjadi pertimbangan hanya sebatas kualifikasi mempunyai jaringan sosial. Itu saja.
Sementara jaringan sosial macam apa, tidak dipersoalkan. Padahal jaringan sosial itu banyak macamnya. Para preman yang pekerjaannya memeras para pedagang di Pasar Tanah Abang juga punya jaringan cukup besar, pengedar narkoba juga punya jaringan yang solid, para germo PSK/Gigolo punya jaringan juga, para penggemar judi ya punya jaringan. Nah, kalau kriterianya pokok punya jaringan, betapa bahayanya bila salah satu di antara mereka berhasil menggenggam jabatan publik? Yang rugi pasti partai dan yang celaka pasti rakyat.
Ini menunjukkan bahwa mekanisme kerja parpol masih menyamakan dirinya dengan pedagang sayur. Yang penting barangnya laku, soal siapa yang membeli tak ambil pusing, 'Emangnya gue pikirin'.
Jika produk yng dijual sebatas sayur-mayur, memang tidak punya efek apa-apa, siapapun yang membeli atau yang mengkonsumsinya. Sayur itu sifatnya netral, asalkan dimasak dengan baik dan tidak beracun, maka di dalam perut siapaun bisa mengenyangkan. Eek sayur tidak membedakan apakah dia itu pejabat sipil, kiyai, militer, dosen, dukun, ataupun garong, pokok dikunyah, masuk ke dalam perut bersama nasi, efeknya kenyang. Itu saja!
Beda dengan produk politik, produk politik itu sangat abstrak tapi menentukan nasib banyak orang. Bila merancangnya salah, tujuannya penuh dengan kepentingan (vested of interest), maka bisa membahayakan banyak orang.
Karena itu, SDM yang mempunyai kualifikasi intlektual dan moral menjadi sangat penting. Sayangnya, parpol justru sering kali resisten kalu tidak boleh dibilang alergi) terhadap SDM semacam ini. Katanya, mereka itu sering kali dituduh sangat idealis, sehingga dikhawatirkan sangat menyulitkan partai.
Saya sendiri tak habis pikir, mengapa orang yang mempunyai idealisme justru dihindari oleh partai? apakah ini suatu pertanda bahwa partai partai yang berdiri dan berkembang tanpa idealisme. Barati yang berjalan selama ini tak lebih dari sekedar pragmatisme belaka.
Padahal, bila partai mampu mengakomodir personal seperti itu, banyak manfaat yang bisa didapat. Orang idealis itu biasanya punya gagasan yang banyak, maka partai dapat menyerapnya untuk tujuan keinovasian. Dengan demikian, partai terhindar dengan kejenuhan (overload). Sebaliknya,partai menjadi dinamis karena diversifikasi sinergi, program dan human relation-nya.
Partai baru merasakan betapa minmnya SDM yang dipunyai ketika proses rekruitmen politik terjadi. Tiba-tiba bingung mencari figur yang layak. Banyak orang di dalamnya tapi tak ada yang layak jual. Akhirnya partai ini klimpungan mencari sosok di luar partai. Jika kaderisasi di tubuh partai berjalan baik, tidak mungkin sosok semacam Dr. Alisyhbana dan atau Ir. Elangga Satriya Agung terpilih menjadi calon walikota Surabaya, sebab keduanya tokoh yang dibesarkan di luar partai.
Alasan lain, mengapa SDM yang punya moralitas dan intlektual bagus tidak terakomodir di dalam partai, dugaan saya, karena kuatnya klik klik pragmatisme yang senantiasa berusaha mengabadikan status quo. Dengan mengatasnamakan nilai hostoris partai misalnya, mereka menempatkan dirinya seolah olah sebagai 'pemilik' partai. Mereka menganggap pemilik saham paling besar dalam partai yang diidentikan dengan perusahaan.
Maka lama kelamaan, partai yang jargonnya 'terbuka' pun justru berprilaku sangat tertutup (eksklusif). Inilah awal mulai menurunya kredibilitas partai di mata masyarakat. Masyarakat beranggapan bahwa partai hanya memperjuangkan kepentingannya sendiri, bahkan kepentingan seglintir orang di dalamnya. Sampai ada yang bilang, janji janji orang partai itu ibarat kentut busuk penuh racun. Duh!
Indikator yang paling mencolok turunnya wibawa partai antara lain, terpilihnya Bambang Susilo Yudhoyono (SBY) dalam pemilu presiden 2004 dan 2009. Fenomena tersebut membuktikan bahwa performa SBY sebagai individu mampu mengalahkan kebesaran partainya sendiri (Partai Demokrat), bahkan parpol parpol besar lainnya.
Menurunya wibawa partai sesungguhnya seuah gejala patologis dalam sistem politik, sebab partai yang semula diharapkan mampu menjadi saluran bagi lalu lntas kepentingan dan kekuatan, menjadi tersumbat. Salah satu hakekat partai adalah mengabstraksikan konflik yang ada dibawa ke dalam dislokasi sistematis.
Gesekan gesekan kepentingan di akar rumput coba dialihkan ke saluran partai untuk dicarikan solusi. Jika partai sudah tidak dipercaya menampung saluran itu, maka aliran konflik menjadi sulit mencair (bahkan tersumbat). Konflik horisontal sering meletus di tingkat bawah tak lain disebabkan hilangnya fungsi kanalisasi partai politik.
Jadi, partai itu merupakan salah satu pilar sangat penting dalam kehidupan politik, namun sekaligus juga menjadi faktor destruktif bila tidak berfungsi secara baik. Kecendrungan eksklusif dari sebagian partai inilah yang sekaligus menjadi sebab mengapa SDM yang punya dedikasi moral dan intlektual relatif bagus menjadi alergi terhadap parpol. Sedangkan mereka yang terlanjur masuk, biasana menjadi tak mampu berbuat apa apa karena besarnya hegemoni paham pragmatisme dan oportunisme. Atau bahkan, mereka itu tak tahan menghadapi gempuran, sampai akhirnya memilih larut dalam kecendrungan destrukstif.
Sayang memang, SDM potensial yang semestinya bisa mewarnai kehidupan politik secara lebih baik ini, justru tidak terberdayakan. Selanjutnya, dari segi partisipasi poltik, mereka bisa jatuh dalam derajat apatisme yang paling rendah, palng dasar.
Sampai di sini saya tetap berkeyakinan, partai politik masih tetap merupakan saluran utama dalam proses politik. Saluran saluran lain, sosial misalnya, mesti harus melalui parpol bila ingin mempengaruhi agenda politik. Seperti Ormas Muhammadiyah misalnya, banyak warganya, yang menyalurkan aspirasi melalui Partai Amanat Nasional (PAN) atau warga Nahdlotul Ulama (NU) banyak menyalurkan aspirasinya melalui KPB (Partai Kebangkitan Bangsa).
Sedangkan figur yang hanya mengandalkan kekuatan personalnya (sering disebut sbg kalangan independen) hanya berhasil menjadi rujukan (refrensi) moral belaka. Misalnya kita sebut disini (almarhum) Prof. Dr. Nurcholis Majid (Cak Nur), pendapatnya sangat diperhitungkan sebagai kajian, sosoknya sering dimanfaatkan secara manipulate oleh orang orang yang ingin menyerap pengarush (power and influencea) untuk kepentingan memperluas dukungan (misalnya, calon.x minta restu kepadanya, lalu diekspose di dalam media massa). pemikiran dan sikap Cak Nur sangat diminati banyak kalangan partai, tetapi begitu sosoknya sendiri ditawarkan, resistensinya sangat tinggi.
"Kendaraan Ke Baitullah"
Ada seorang pemuda pergi ke Baitullah melewati padang pasir yang panas, gersang dan tandus dengan naik unta untuk melaksanakan ibadah haji. Di tengah perjalanan dia melihat seorang lelaki tua sedang berjalan kaki searah dengannya sendirian. Pemuda itu sangat heran, kok ada seorang lelaki tua berjalan sendirian di padang pasir yang luas, tandus dan seolah tanpa batas itu.
"Orang itu pasti gila", pikir pemuda itu. "Berjalan kaki sendirian di padang pasir begini, apa dia mau cari mati? Dia bisa tersesat atau mati kepanasan dan kehausan"
Pemuda itu penasaran, ingin tahu siapa pak tua itu dan mau kemana. Lalu dia menghentikan untanya dekat pak tua itu dan segera turun dan bertanya.
"Wahai pak tua, bapak mau kemana".
"Insa Allah, mau ke Baitullah untuk melaksanakan ibadah haji", jawab orang tua itu.
"Masya Allah, bapak ini bagaimana... Baitullah itu jauh sekali dari sini. Semua orang kesana naik kendaraan, kalau tidak unta ya kuda, tidak berjalan kaki seperti bapak, bagaimana bapak bisa sampai ke Baitullah?", tegur pemuda itu.
"Aku juga berkendaraan", kata orang tua itu.
Pemuda itu semakin yakin bahwa pak tua itu kurang waras. Dia berjalan kaki tapi merasa naik kendaraan. Kalau bukan orang gila, ga akan itu?.
"Bapak kan cuma berjalan kaki, mana kendaraannya?, sela pemuda itu.
"Kamu tidak melihat kendaraanku?", jawab pak tua santai.
Pemuda itu semakin bingung. 'Ah.. dasar ga waras, ada-ada saja ngomongnya", bisik pemuda itu.
"Begini anak muda, kalau akua melewati jalan yang sulit dan mendaki, aku gunakan kendaraan yang bernama SABAR. Jika jalannya mudah, lurus dan datar, aku gunakan kendaraan SYUKUR", kata orang tua itu menjelaskan. "Jika taqdir menimpaku dan aku tidak sampai ke tujuan, aku gunakan kendaraan RIDLO. Kalau aku tersesat atau menjumpai jalan buntu, aku gunakan kendaraan TAWAKKAL. Itulah kendaraan-kendaraanku untuk menuju Baitullah.
Mendengar penjelasan tsb, pemuda itu tidak lagi menyangka kalau orang tua itu ga waras. Bahkan dia yakin kalau orang tua seorang Ulama yang berilmu tinggi dan bijaksana. Siapa sebenarnya orang tua itu? Dia adalah Syeh Ibrahim bin Adham, seorang ulama terkenal alim dan ahli hikmah................
Menurut riwayat yang lain, Syeh Ibrahim bin Adham ternyata datang lebih dulu sebulan ke Baitullah ketimbang pemuda yang naik unta itu. Kok bisa begitu? Slidik punya slidik, Syeh Ibrahim bin Adham ketemu orang yang membawa 2 kuda, yang juga mau ke Baitullah, lalu dia disuruh menaiki kuda satunya. Sedang sang pemuda tersesat saat ada badai besar..........
"Orang itu pasti gila", pikir pemuda itu. "Berjalan kaki sendirian di padang pasir begini, apa dia mau cari mati? Dia bisa tersesat atau mati kepanasan dan kehausan"
Pemuda itu penasaran, ingin tahu siapa pak tua itu dan mau kemana. Lalu dia menghentikan untanya dekat pak tua itu dan segera turun dan bertanya.
"Wahai pak tua, bapak mau kemana".
"Insa Allah, mau ke Baitullah untuk melaksanakan ibadah haji", jawab orang tua itu.
"Masya Allah, bapak ini bagaimana... Baitullah itu jauh sekali dari sini. Semua orang kesana naik kendaraan, kalau tidak unta ya kuda, tidak berjalan kaki seperti bapak, bagaimana bapak bisa sampai ke Baitullah?", tegur pemuda itu.
"Aku juga berkendaraan", kata orang tua itu.
Pemuda itu semakin yakin bahwa pak tua itu kurang waras. Dia berjalan kaki tapi merasa naik kendaraan. Kalau bukan orang gila, ga akan itu?.
"Bapak kan cuma berjalan kaki, mana kendaraannya?, sela pemuda itu.
"Kamu tidak melihat kendaraanku?", jawab pak tua santai.
Pemuda itu semakin bingung. 'Ah.. dasar ga waras, ada-ada saja ngomongnya", bisik pemuda itu.
"Begini anak muda, kalau akua melewati jalan yang sulit dan mendaki, aku gunakan kendaraan yang bernama SABAR. Jika jalannya mudah, lurus dan datar, aku gunakan kendaraan SYUKUR", kata orang tua itu menjelaskan. "Jika taqdir menimpaku dan aku tidak sampai ke tujuan, aku gunakan kendaraan RIDLO. Kalau aku tersesat atau menjumpai jalan buntu, aku gunakan kendaraan TAWAKKAL. Itulah kendaraan-kendaraanku untuk menuju Baitullah.
Mendengar penjelasan tsb, pemuda itu tidak lagi menyangka kalau orang tua itu ga waras. Bahkan dia yakin kalau orang tua seorang Ulama yang berilmu tinggi dan bijaksana. Siapa sebenarnya orang tua itu? Dia adalah Syeh Ibrahim bin Adham, seorang ulama terkenal alim dan ahli hikmah................
Menurut riwayat yang lain, Syeh Ibrahim bin Adham ternyata datang lebih dulu sebulan ke Baitullah ketimbang pemuda yang naik unta itu. Kok bisa begitu? Slidik punya slidik, Syeh Ibrahim bin Adham ketemu orang yang membawa 2 kuda, yang juga mau ke Baitullah, lalu dia disuruh menaiki kuda satunya. Sedang sang pemuda tersesat saat ada badai besar..........
Fasal 1 : Fasal Ini Menerangkan Fadlilahnya Ilmu ( 2 )
Syeh Muhammad bin Hasan membuat syi'ir seperti berikut ini:
1. Ta'allam fainnal ilma zainun liahlihi ~ wafadlhlun wainwaanun likullil mahaamidi
( Hendaklah kamu belajar ilmu pengetahuan karena sesungguhnya ilmu pengetahuan itu jadi perhiasannya orang-orang yang berilmu, dan juga ilmu itu bisa jadi kelebihan serta jadi tanda-tanda bagi setiap perkara yang terpuji.
2. Wakun mustafiidan kulla yaumin ziyaadatan ~ minal ilmi wasbah fii bukhhuril fawaaidi
( dan setiap hari hendakalah kamu berusaha agar bisa berhasil menambah ilmu pengetahuan, dan berenanglah di atas lautan berbagai faidah )
3. Tafaqqoh fainnal fiqha afdholu qooidin ~ ilal birri wattaqwa wa a'dalu qooidin
( Belajarlah ilmu fikih, artinya ilmu ibadah, maka sesungguhnya ilmu fikih itu lebih utamanya penuntun, kepada kebaikan dan taqwa serta lebih teguhnya tujuan )
4. Huwal 'ilmul haadi ilaa sananil hudaa ~ Huwal hisnu yunjii min jamii'il syadaadi
( Ilmu fikih itu adalah ilmu yang menuntun kepada beberapa jalannya petunjuk, ilmu fikih itu laksana benteng yang
bisa menyelamatkan dari semua bahaya )
5. Fainna faqiihan waahidan mutawarri'an ~ Asaddu 'alassyaithooni min alfi 'aabidin
( Maka sesungguhnya satu orang saja yang faham tentang fikih dan menjaga diri dari hal-hal yang haram, itu lebih
berat bagi syetan (menghadapinya) dari pada menghadapi seribu orang yang beribadah (tanpa mengerti ilmu fikih)
Dan demikian juga bahwa orang-orang Islam diwajibkan mengerti tentang semua tingkah laku yang terpuji atau yang tercela. Seperti dermawan, bakhil, penakut, berani, sombong, rendah hati, perwira, boros, irit dll. Karena sombong, bakhil, penakut dan boros itu haram, tidak akan bisa menjaga sifat empat itu, kecuali harus dengan mengetahui dan memahami empat hal itu begitu juga harus mengetahui kebalikan dari sifat empat itu . Oleh sebab itu, seluruh manusia diwajibkan mengetahui n memahami sifat2 manusia atau akhlak.
Syeh Syahid Nashiruddin sudah mengarang suatu kitab yang bagus sekali, yang menerangkan akhlak, namanya "Kitaabul Akhlaq". Karena itu wajib bagi semua orang Islam menjaga akhlakul kariimah. Keterangan yang telah disebut sampai disini ini hukumnya fardhu 'ain.
Adapun menjaga perkara yang terjadi pada saat-saat tertentu seperti salat jenazah, menjenguk orang sakit, dll itu hukumnya fardlu kifayah. Kalu sebagian penduduk setempat sudah ada yang melksanakan, maka sudah dianggap cukup mewakili dan telah gugur kewajibannya seluruh penduduk, akan tetapi kalau tidak ada orang sama sekali yang menjalankan fardlu kifayah itu, maka semua penduduk mendapatkan dosa. Maka itu wajib bagi Imam atau Pemerintah supaya memerintahkan dan wajib memaksa penduduknya untuk menjalankan fardlu kifayah. Sebab sudah dijelaskan, sesungguhnya ibarat ilmunya semua perkara yang terjadi pada diri sendiri, berkaitan dengan semua tindakan itu ibarat makanan; semua orang tidak akan tidak makan. adapun ilmunya perkara yang terjadi pada saat-sat tertentu, bagaikan seperti obat. Manusia juga membutuhkan obat pada saat dia sakit. Bersambung..............
1. Ta'allam fainnal ilma zainun liahlihi ~ wafadlhlun wainwaanun likullil mahaamidi
( Hendaklah kamu belajar ilmu pengetahuan karena sesungguhnya ilmu pengetahuan itu jadi perhiasannya orang-orang yang berilmu, dan juga ilmu itu bisa jadi kelebihan serta jadi tanda-tanda bagi setiap perkara yang terpuji.
2. Wakun mustafiidan kulla yaumin ziyaadatan ~ minal ilmi wasbah fii bukhhuril fawaaidi
( dan setiap hari hendakalah kamu berusaha agar bisa berhasil menambah ilmu pengetahuan, dan berenanglah di atas lautan berbagai faidah )
3. Tafaqqoh fainnal fiqha afdholu qooidin ~ ilal birri wattaqwa wa a'dalu qooidin
( Belajarlah ilmu fikih, artinya ilmu ibadah, maka sesungguhnya ilmu fikih itu lebih utamanya penuntun, kepada kebaikan dan taqwa serta lebih teguhnya tujuan )
4. Huwal 'ilmul haadi ilaa sananil hudaa ~ Huwal hisnu yunjii min jamii'il syadaadi
( Ilmu fikih itu adalah ilmu yang menuntun kepada beberapa jalannya petunjuk, ilmu fikih itu laksana benteng yang
bisa menyelamatkan dari semua bahaya )
5. Fainna faqiihan waahidan mutawarri'an ~ Asaddu 'alassyaithooni min alfi 'aabidin
( Maka sesungguhnya satu orang saja yang faham tentang fikih dan menjaga diri dari hal-hal yang haram, itu lebih
berat bagi syetan (menghadapinya) dari pada menghadapi seribu orang yang beribadah (tanpa mengerti ilmu fikih)
Dan demikian juga bahwa orang-orang Islam diwajibkan mengerti tentang semua tingkah laku yang terpuji atau yang tercela. Seperti dermawan, bakhil, penakut, berani, sombong, rendah hati, perwira, boros, irit dll. Karena sombong, bakhil, penakut dan boros itu haram, tidak akan bisa menjaga sifat empat itu, kecuali harus dengan mengetahui dan memahami empat hal itu begitu juga harus mengetahui kebalikan dari sifat empat itu . Oleh sebab itu, seluruh manusia diwajibkan mengetahui n memahami sifat2 manusia atau akhlak.
Syeh Syahid Nashiruddin sudah mengarang suatu kitab yang bagus sekali, yang menerangkan akhlak, namanya "Kitaabul Akhlaq". Karena itu wajib bagi semua orang Islam menjaga akhlakul kariimah. Keterangan yang telah disebut sampai disini ini hukumnya fardhu 'ain.
Adapun menjaga perkara yang terjadi pada saat-saat tertentu seperti salat jenazah, menjenguk orang sakit, dll itu hukumnya fardlu kifayah. Kalu sebagian penduduk setempat sudah ada yang melksanakan, maka sudah dianggap cukup mewakili dan telah gugur kewajibannya seluruh penduduk, akan tetapi kalau tidak ada orang sama sekali yang menjalankan fardlu kifayah itu, maka semua penduduk mendapatkan dosa. Maka itu wajib bagi Imam atau Pemerintah supaya memerintahkan dan wajib memaksa penduduknya untuk menjalankan fardlu kifayah. Sebab sudah dijelaskan, sesungguhnya ibarat ilmunya semua perkara yang terjadi pada diri sendiri, berkaitan dengan semua tindakan itu ibarat makanan; semua orang tidak akan tidak makan. adapun ilmunya perkara yang terjadi pada saat-sat tertentu, bagaikan seperti obat. Manusia juga membutuhkan obat pada saat dia sakit. Bersambung..............
Rabu, 18 Mei 2011
Fasal 2: Fasal Iki Nerangake Niat Nalikane Amrih Ilmu (5)
Syeh Hamad bin Ibrahim Al-Anshoriy iku nate macaake marang ingsun syi'irnya Abu Hanifah ingkang surasane:
1. Man tholabal ilmi lilma'aadi ~ Faaza bifadhli minarrosyaadi ( Utawi sapa wong iku amrih/mencari ilmu sejane/tujuane mung kerana amrih ganjaran akhirat, monko wong iku bejo temenan, kena diarani wong kang merkoleh/mendapatkan fadhilahe Pengeran)
2. Fayaa likhusrooni thoolibih ~ Linaili fadhlin minal'ibaadi ( Rehne/karena amrih ilmu kerana akhirat iku dadi sebabe hasil kabeneran lan fadhol saking Pangeran, mongko sakbali-e, wong kang ngudi ilmu kang sejane mung amrih kahutamaan sangka sapada, pada menungsa, iku ateges wong kang kerugen banget)
Yaa Allah, mugi katebihna saking karugian kejaba yen olehe amrih kecaket marang sulthon utawa amrih pengaruh iku sejane kanggo nguatake amar ma'ruf nahi mungkar, lan olehe merjuangake haq kabeneran apa dene agama supaya unggul lan mulya. Ora mung kerana nuruti hawa nafsune, mongko wenang kelawan sakodar kanggo ngelaksanakake tujuan kasebut. Mula prayuga banget kanggone wong kang ngudi ilmu supaya mikir-mikir kang temenan. Kerana wong mau ngudi hasile ilmu kaweruh sarana susah payah kang ora setitik, songko iku, aja kasi (sampek, pen) sakwuse hasil ilmune digunakake kanggo gayuh bondo dunyo kang ajine ora sepiraha tur inggal sirna. akaya dene syi'ir meniko;
Hiya al-dunyaa aqollu minal qoliili ~ Wa 'aasyikuha adzallu minal dzaliili
`Tusimmu bisikhrihaa qouman watu'mii ~ fahum mutahayyiruuna bilaa daliili
Katerangane dunyo iku luwih sithik-sithike barang kang sithik, dene wong kang demen dunyo iku luwih ina-inane ina. Dunyo sarana sihire bisa budekake lan micekake wong kang ora sethithik, mongko kedadihane banjur pada bingung ora oleh pituduh marang dalan bener.
Lan prayoga banget kanggone wong ahli ilmu supaya aja kasi anduweni ketamaan kang ora sakmestine mundak andadeake ina awake. Walhasil ahli ilmu supaya tansah ngreksa songko perkara kang anjalari inane ilmu lan ahli ilmu. Sakbanjure kanggone ahli ilmu supaya nindaake tawadhu' andap asor, keterangake ana ing kitab Akhlaq; Tawadhu' lan iffah iku pada maksute; tegese tingkah laku kang tengah-tengah antarane gumede lan lan ngina utawa asor.
Syeh Ruknul Islam, imam agung, ingkang terkenal lan pendidik ingkang kapilih, macaake syi'ir kanggo selirane piyambak, ingkang surasane;
Inna al-tawaddhu'a min hishooli al-muttaqiy ~ Wabihi al-taqiyyu ilaa al-ma'aali yartaqi ( Sak temene tawaddhu' iku setengah songko sifat lan lakune wong kang wedi ing Gusti Allah, lan sarana tawaddhu' iku muttaqi bisa munggah marang derajat kaluhuran)
Wamin al-'ijaabi 'ajiibu man huwa jaahilun ~ Fii haalihi ahwa al-sa'iidu am al-syaqi ( Kalebu perkara kang nggumunake iya iku anane wong kang ora ngerti marang awake dewe, apa bakal dadi wong beja apa cilaka )
Am kaifa yukhtamu 'umruhu au ruuhuhu ~ Yauma al-nawaa mutasaffilu au murtaqii ( Lan mengko-mengkone nalikane mati iku, apa mati kelawan iman apa ora? Yen mati iman temtune dadi bisa munggah kagolongake marang makom al-mu'miniin, nanging yen ora temtune dadi kelorot marang asfalassaafiliin)
Wa al-kibriyaa-u lirobbihaa shifatun bihi ~ Makhshuushotun fatujannibanhaa wa al-taqii ( Ewo semono kok takabbur, utawi sifat kibriya' yakni agung iku suwijine sifat ingkang husus kagem Pengeran ingsun Gusti Allah Ta'aala. Mulo sira ngreksaha kang temenan aja kasi ( nganti, pen) takabbur)
1. Man tholabal ilmi lilma'aadi ~ Faaza bifadhli minarrosyaadi ( Utawi sapa wong iku amrih/mencari ilmu sejane/tujuane mung kerana amrih ganjaran akhirat, monko wong iku bejo temenan, kena diarani wong kang merkoleh/mendapatkan fadhilahe Pengeran)
2. Fayaa likhusrooni thoolibih ~ Linaili fadhlin minal'ibaadi ( Rehne/karena amrih ilmu kerana akhirat iku dadi sebabe hasil kabeneran lan fadhol saking Pangeran, mongko sakbali-e, wong kang ngudi ilmu kang sejane mung amrih kahutamaan sangka sapada, pada menungsa, iku ateges wong kang kerugen banget)
Yaa Allah, mugi katebihna saking karugian kejaba yen olehe amrih kecaket marang sulthon utawa amrih pengaruh iku sejane kanggo nguatake amar ma'ruf nahi mungkar, lan olehe merjuangake haq kabeneran apa dene agama supaya unggul lan mulya. Ora mung kerana nuruti hawa nafsune, mongko wenang kelawan sakodar kanggo ngelaksanakake tujuan kasebut. Mula prayuga banget kanggone wong kang ngudi ilmu supaya mikir-mikir kang temenan. Kerana wong mau ngudi hasile ilmu kaweruh sarana susah payah kang ora setitik, songko iku, aja kasi (sampek, pen) sakwuse hasil ilmune digunakake kanggo gayuh bondo dunyo kang ajine ora sepiraha tur inggal sirna. akaya dene syi'ir meniko;
Hiya al-dunyaa aqollu minal qoliili ~ Wa 'aasyikuha adzallu minal dzaliili
`Tusimmu bisikhrihaa qouman watu'mii ~ fahum mutahayyiruuna bilaa daliili
Katerangane dunyo iku luwih sithik-sithike barang kang sithik, dene wong kang demen dunyo iku luwih ina-inane ina. Dunyo sarana sihire bisa budekake lan micekake wong kang ora sethithik, mongko kedadihane banjur pada bingung ora oleh pituduh marang dalan bener.
Lan prayoga banget kanggone wong ahli ilmu supaya aja kasi anduweni ketamaan kang ora sakmestine mundak andadeake ina awake. Walhasil ahli ilmu supaya tansah ngreksa songko perkara kang anjalari inane ilmu lan ahli ilmu. Sakbanjure kanggone ahli ilmu supaya nindaake tawadhu' andap asor, keterangake ana ing kitab Akhlaq; Tawadhu' lan iffah iku pada maksute; tegese tingkah laku kang tengah-tengah antarane gumede lan lan ngina utawa asor.
Syeh Ruknul Islam, imam agung, ingkang terkenal lan pendidik ingkang kapilih, macaake syi'ir kanggo selirane piyambak, ingkang surasane;
Inna al-tawaddhu'a min hishooli al-muttaqiy ~ Wabihi al-taqiyyu ilaa al-ma'aali yartaqi ( Sak temene tawaddhu' iku setengah songko sifat lan lakune wong kang wedi ing Gusti Allah, lan sarana tawaddhu' iku muttaqi bisa munggah marang derajat kaluhuran)
Wamin al-'ijaabi 'ajiibu man huwa jaahilun ~ Fii haalihi ahwa al-sa'iidu am al-syaqi ( Kalebu perkara kang nggumunake iya iku anane wong kang ora ngerti marang awake dewe, apa bakal dadi wong beja apa cilaka )
Am kaifa yukhtamu 'umruhu au ruuhuhu ~ Yauma al-nawaa mutasaffilu au murtaqii ( Lan mengko-mengkone nalikane mati iku, apa mati kelawan iman apa ora? Yen mati iman temtune dadi bisa munggah kagolongake marang makom al-mu'miniin, nanging yen ora temtune dadi kelorot marang asfalassaafiliin)
Wa al-kibriyaa-u lirobbihaa shifatun bihi ~ Makhshuushotun fatujannibanhaa wa al-taqii ( Ewo semono kok takabbur, utawi sifat kibriya' yakni agung iku suwijine sifat ingkang husus kagem Pengeran ingsun Gusti Allah Ta'aala. Mulo sira ngreksaha kang temenan aja kasi ( nganti, pen) takabbur)
Fasal 2 : Iki Fasal Nerangake Niat Ing Nalikane Amrih ( Golek ) Ilmu ( 4 )
Sakbanjure; Kanggone wong kang amrih ilmu iku ora kena ora kudu anduweni niat ing sakjerune sinahu utawa ngaji. Kerana niat iku pokok lan dasare sekabehane tingkah. Kerana nitik ( mengingat, pen ) pandikane Kanjeng Nabi SAW ngendikake: Al-a'maalu bi al-niyyaati, Utawi shohih amal/ lelaku iku dikantheni kelawan niat. Pangendikane Kanjeng Nabi iki klebu hadis shohih. Lan kaceritho saking gusti Rasulullah; Panjenengane ngendika: Pirang-prang amal kang wujude iku amal ora pantes lamuna ana ganjarane. Ing wusana jalaran songko baguse niat. . Amal mau kalebu amal akhirat kang temtune diganjar. Lan iya akeh wae amal-amal kang wujude iku amal akhirat, nanging wusanane amal mau kalebu amal dunyo. Amergo mung songko niate iku ala.
(Selanjutnya; Bagi orang-orang yang mencari ilmu itu tdk boleh tdk harus memiliki niat yang kuat dalam belajar atau mengaji. Karena niat itu pokok dan dasarnya semua tingkah laku.Karena mengingat sabdanya Nabi Muhammad SAW; Al-'amalu bi al-niyaati, artinya, amal perbuatan itu disertai dg niat. Sabdanya Nabi ini termasuk hadis sohih. Diceritakan, bahwa Rasulullah bersabda, Banyak amal perbuatan yang kurang layak dapat pahala, karena disertai niat yg baik, maka amal perbuatan itutermasuk amal perbuatan akhirat yg akan mendapat pahala. Dan banyak juga amal perbuatan yg secara lahiriyah termasuk amal akhirat, tapi kemudian amal perbuatan itu masuk amal dunia karena hanya persoalan niat)
Mula prayuga banget wong kang ngudi ilmu iku niata; Olehe ngudi ilmu niat amrih karidlone Gusti Ngalloh, amrih ganjaran suwarga, amrih ngilangake bodone awake dewe, lan bodone wong kang pada bodo, niat ngurip-ngurip agama lan ngelanggengake Islam. Jalaran saktemene, tetep lan langgenge Islam iku sarana ilmu. Lan ilmu iku minongko jiwane Islam. Lan ora sah ngelakoni zuhud lan taqwa kelawan tanpa ilmu.
Panjenengane Imam ingkang agung Syeh Burhanuddin, pengarang kitab Hidayah tahu ( nate, pen) macaake syi'ir marang ba'dhul ( sebagian, pen ) Ulama, kang surasane; Fasaadun kabiirun 'aalimun mutahattikun, wa akbaru minhu jaahilun munassikun. Humaa fitnatun fil 'aalamiina 'adhiimatun, liman bihimaafii diinihi yatamassaku. Artosipun, "Wong alim kang bertindak nulayani agama sarana nekat iku kerusakane gede, nanging luwuh gede banget kerusakane iya iku wong bodo kang kemusung khusu' ibadah. Wong rong werno iku tumrap ing alam iki demunung fitnah kang gede tumrape wong kang manut marang salah sijine wong loro mau ing dalem olehe nindaake agamane.
Lan prayuga banget wong kang ngudi ilmu iku olehe amrih ilmu iku niata syukur anggone pinarengan nikmat akal lan sehat awake. Aja ngasi olehe olehe ilmu iku niate; Supaya disuyuti ( dialem, pen) deneng wong-wong, utawa supaya gampang olehe hasil bondo dunyo, utawa supaya bisa kecaket marang sulthon lan liya-liyane.
Panjenengane Syeh Muhammad bin Hasan ngendika; Saumpama kabeh menungsa iku dadi budak ingsun, yekti ingsun merdekaake kabeh. Lan lebarake ( bebasake, pen) songko tetanggungane kang sahingga ingsun bisa resik ora duwe pengharapan songko hak (memiliki, pen) lan darbeni (nguasani, pen). Sapa kang wus bisa ngerasaake marang manise ilmu lan amal, mongko temtu ora seneng hak lan darbeni wong liya. Bersambung......... Sakbanjure; Kanggone wong kang amrih ilmu iku ora kena ora kudu anduweni niat ing sakjerune sinahu utawa ngaji. Kerana niat iku pokok lan dasare sekabehane tingkah. Kerana nitik ( mengingat, pen ) pandikane Kanjeng Nabi SAW ngendikake: Al-a'maalu bi al-niyyaati, Utawi shohih amal/ lelaku iku dikantheni kelawan niat. Pangendikane Kanjeng Nabi iki klebu hadis shohih. Lan kaceritho saking gusti Rasulullah; Panjenengane ngendika: Pirang-prang amal kang wujude iku amal ora pantes lamuna ana ganjarane. Ing wusana jalaran songko baguse niat. . Amal mau kalebu amal akhirat kang temtune diganjar. Lan iya akeh wae amal-amal kang wujude iku amal akhirat, nanging wusanane amal mau kalebu amal dunyo. Amergo mung songko niate iku ala.
(Selanjutnya; Bagi orang-orang yang mencari ilmu itu tdk boleh tdk harus memiliki niat yang kuat dalam belajar atau mengaji. Karena niat itu pokok dan dasarnya semua tingkah laku.Karena mengingat sabdanya Nabi Muhammad SAW; Al-'amalu bi al-niyaati, artinya, amal perbuatan itu disertai dg niat. Sabdanya Nabi ini termasuk hadis sohih. Diceritakan, bahwa Rasulullah bersabda, Banyak amal perbuatan yang kurang layak dapat pahala, karena disertai niat yg baik, maka amal perbuatan itutermasuk amal perbuatan akhirat yg akan mendapat pahala. Dan banyak juga amal perbuatan yg secara lahiriyah termasuk amal akhirat, tapi kemudian amal perbuatan itu masuk amal dunia karena hanya persoalan niat)
Mula prayuga banget wong kang ngudi ilmu iku niata; Olehe ngudi ilmu niat amrih karidlone Gusti Ngalloh, amrih ganjaran suwarga, amrih ngilangake bodone awake dewe, lan bodone wong kang pada bodo, niat ngurip-ngurip agama lan ngelanggengake Islam. Jalaran saktemene, tetep lan langgenge Islam iku sarana ilmu. Lan ilmu iku minongko jiwane Islam. Lan ora sah ngelakoni zuhud lan taqwa kelawan tanpa ilmu.
Panjenengane Imam ingkang agung Syeh Burhanuddin, pengarang kitab Hidayah tahu ( nate, pen) macaake syi'ir marang ba'dhul ( sebagian, pen ) Ulama, kang surasane; Fasaadun kabiirun 'aalimun mutahattikun, wa akbaru minhu jaahilun munassikun. Humaa fitnatun fil 'aalamiina 'adhiimatun, liman bihimaafii diinihi yatamassaku. Artosipun, "Wong alim kang bertindak nulayani agama sarana nekat iku kerusakane gede, nanging luwuh gede banget kerusakane iya iku wong bodo kang kemusung khusu' ibadah. Wong rong werno iku tumrap ing alam iki demunung fitnah kang gede tumrape wong kang manut marang salah sijine wong loro mau ing dalem olehe nindaake agamane.
Lan prayuga banget wong kang ngudi ilmu iku olehe amrih ilmu iku niata syukur anggone pinarengan nikmat akal lan sehat awake. Aja ngasi olehe olehe ilmu iku niate; Supaya disuyuti ( dialem, pen) deneng wong-wong, utawa supaya gampang olehe hasil bondo dunyo, utawa supaya bisa kecaket marang sulthon lan liya-liyane.
Panjenengane Syeh Muhammad bin Hasan ngendika; Saumpama kabeh menungsa iku dadi budak ingsun, yekti ingsun merdekaake kabeh. Lan lebarake ( bebasake, pen) songko tetanggungane kang sahingga ingsun bisa resik ora duwe pengharapan songko hak (memiliki, pen) lan darbeni (nguasani, pen). Sapa kang wus bisa ngerasaake marang manise ilmu lan amal, mongko temtu ora seneng hak lan darbeni wong liya. Bersambung.........
(Selanjutnya; Bagi orang-orang yang mencari ilmu itu tdk boleh tdk harus memiliki niat yang kuat dalam belajar atau mengaji. Karena niat itu pokok dan dasarnya semua tingkah laku.Karena mengingat sabdanya Nabi Muhammad SAW; Al-'amalu bi al-niyaati, artinya, amal perbuatan itu disertai dg niat. Sabdanya Nabi ini termasuk hadis sohih. Diceritakan, bahwa Rasulullah bersabda, Banyak amal perbuatan yang kurang layak dapat pahala, karena disertai niat yg baik, maka amal perbuatan itutermasuk amal perbuatan akhirat yg akan mendapat pahala. Dan banyak juga amal perbuatan yg secara lahiriyah termasuk amal akhirat, tapi kemudian amal perbuatan itu masuk amal dunia karena hanya persoalan niat)
Mula prayuga banget wong kang ngudi ilmu iku niata; Olehe ngudi ilmu niat amrih karidlone Gusti Ngalloh, amrih ganjaran suwarga, amrih ngilangake bodone awake dewe, lan bodone wong kang pada bodo, niat ngurip-ngurip agama lan ngelanggengake Islam. Jalaran saktemene, tetep lan langgenge Islam iku sarana ilmu. Lan ilmu iku minongko jiwane Islam. Lan ora sah ngelakoni zuhud lan taqwa kelawan tanpa ilmu.
Panjenengane Imam ingkang agung Syeh Burhanuddin, pengarang kitab Hidayah tahu ( nate, pen) macaake syi'ir marang ba'dhul ( sebagian, pen ) Ulama, kang surasane; Fasaadun kabiirun 'aalimun mutahattikun, wa akbaru minhu jaahilun munassikun. Humaa fitnatun fil 'aalamiina 'adhiimatun, liman bihimaafii diinihi yatamassaku. Artosipun, "Wong alim kang bertindak nulayani agama sarana nekat iku kerusakane gede, nanging luwuh gede banget kerusakane iya iku wong bodo kang kemusung khusu' ibadah. Wong rong werno iku tumrap ing alam iki demunung fitnah kang gede tumrape wong kang manut marang salah sijine wong loro mau ing dalem olehe nindaake agamane.
Lan prayuga banget wong kang ngudi ilmu iku olehe amrih ilmu iku niata syukur anggone pinarengan nikmat akal lan sehat awake. Aja ngasi olehe olehe ilmu iku niate; Supaya disuyuti ( dialem, pen) deneng wong-wong, utawa supaya gampang olehe hasil bondo dunyo, utawa supaya bisa kecaket marang sulthon lan liya-liyane.
Panjenengane Syeh Muhammad bin Hasan ngendika; Saumpama kabeh menungsa iku dadi budak ingsun, yekti ingsun merdekaake kabeh. Lan lebarake ( bebasake, pen) songko tetanggungane kang sahingga ingsun bisa resik ora duwe pengharapan songko hak (memiliki, pen) lan darbeni (nguasani, pen). Sapa kang wus bisa ngerasaake marang manise ilmu lan amal, mongko temtu ora seneng hak lan darbeni wong liya. Bersambung......... Sakbanjure; Kanggone wong kang amrih ilmu iku ora kena ora kudu anduweni niat ing sakjerune sinahu utawa ngaji. Kerana niat iku pokok lan dasare sekabehane tingkah. Kerana nitik ( mengingat, pen ) pandikane Kanjeng Nabi SAW ngendikake: Al-a'maalu bi al-niyyaati, Utawi shohih amal/ lelaku iku dikantheni kelawan niat. Pangendikane Kanjeng Nabi iki klebu hadis shohih. Lan kaceritho saking gusti Rasulullah; Panjenengane ngendika: Pirang-prang amal kang wujude iku amal ora pantes lamuna ana ganjarane. Ing wusana jalaran songko baguse niat. . Amal mau kalebu amal akhirat kang temtune diganjar. Lan iya akeh wae amal-amal kang wujude iku amal akhirat, nanging wusanane amal mau kalebu amal dunyo. Amergo mung songko niate iku ala.
(Selanjutnya; Bagi orang-orang yang mencari ilmu itu tdk boleh tdk harus memiliki niat yang kuat dalam belajar atau mengaji. Karena niat itu pokok dan dasarnya semua tingkah laku.Karena mengingat sabdanya Nabi Muhammad SAW; Al-'amalu bi al-niyaati, artinya, amal perbuatan itu disertai dg niat. Sabdanya Nabi ini termasuk hadis sohih. Diceritakan, bahwa Rasulullah bersabda, Banyak amal perbuatan yang kurang layak dapat pahala, karena disertai niat yg baik, maka amal perbuatan itutermasuk amal perbuatan akhirat yg akan mendapat pahala. Dan banyak juga amal perbuatan yg secara lahiriyah termasuk amal akhirat, tapi kemudian amal perbuatan itu masuk amal dunia karena hanya persoalan niat)
Mula prayuga banget wong kang ngudi ilmu iku niata; Olehe ngudi ilmu niat amrih karidlone Gusti Ngalloh, amrih ganjaran suwarga, amrih ngilangake bodone awake dewe, lan bodone wong kang pada bodo, niat ngurip-ngurip agama lan ngelanggengake Islam. Jalaran saktemene, tetep lan langgenge Islam iku sarana ilmu. Lan ilmu iku minongko jiwane Islam. Lan ora sah ngelakoni zuhud lan taqwa kelawan tanpa ilmu.
Panjenengane Imam ingkang agung Syeh Burhanuddin, pengarang kitab Hidayah tahu ( nate, pen) macaake syi'ir marang ba'dhul ( sebagian, pen ) Ulama, kang surasane; Fasaadun kabiirun 'aalimun mutahattikun, wa akbaru minhu jaahilun munassikun. Humaa fitnatun fil 'aalamiina 'adhiimatun, liman bihimaafii diinihi yatamassaku. Artosipun, "Wong alim kang bertindak nulayani agama sarana nekat iku kerusakane gede, nanging luwuh gede banget kerusakane iya iku wong bodo kang kemusung khusu' ibadah. Wong rong werno iku tumrap ing alam iki demunung fitnah kang gede tumrape wong kang manut marang salah sijine wong loro mau ing dalem olehe nindaake agamane.
Lan prayuga banget wong kang ngudi ilmu iku olehe amrih ilmu iku niata syukur anggone pinarengan nikmat akal lan sehat awake. Aja ngasi olehe olehe ilmu iku niate; Supaya disuyuti ( dialem, pen) deneng wong-wong, utawa supaya gampang olehe hasil bondo dunyo, utawa supaya bisa kecaket marang sulthon lan liya-liyane.
Panjenengane Syeh Muhammad bin Hasan ngendika; Saumpama kabeh menungsa iku dadi budak ingsun, yekti ingsun merdekaake kabeh. Lan lebarake ( bebasake, pen) songko tetanggungane kang sahingga ingsun bisa resik ora duwe pengharapan songko hak (memiliki, pen) lan darbeni (nguasani, pen). Sapa kang wus bisa ngerasaake marang manise ilmu lan amal, mongko temtu ora seneng hak lan darbeni wong liya. Bersambung.........
Langganan:
Postingan (Atom)