Rabu, 18 Mei 2011

Mengenal Jalan Sufi 3

       Perjalanan spiritualitas seorang sufi selalu mengalir, pantarhei, kadang berjalan landai, tempo-tempo terjal, suatu saat melenggang sendiri, saat yang lain berinteraksi dengan masyarakat, untuk menuju dan kembali ke kampung  asal-usulnya. Saat ini aku berada dalam sebuah keadaan, bisik Rumi, di mana aku tak bisa membedakan muatan dari keledai, aku berada dalam keadaan hari ini, di mana aku tak tahu mana duri dan mana mawar, cintaku membawaku pada keadaan ini saat ini, aku tahu siapa pecinta atau siapa Yang Dicinta, kemarin kemabukanku mengantarkanku ke pintu cinta, tetapi sekarang tak kutemukan pintu rumah cinta itu, tahun lalu aku punya dua sayap, kecemasan dan harapan, sekarang aku tak tahu lagi sayap-sayap itu, tak tahu lagi bagaimana caranya terbang, tak tahu lagi bahwa kecemasan-kecemasanku telah hilang.
       Menurut para sufi, berjalan dari dunia ini menuju kampung akhirat adalah mudah bagi orang-orang yang beriman, yang sulit adalah, kata Junaid, perjalanan dari makhluk menuju Sang Kholik Tetapi lebih sulit lagi adalah perjalanan dari diri menuju DIA, dan untuk bisa tinggal di dalam DIA sampai pada waktu yang dijanjikan jauh lebih sulit.
       Jangankan berjalan dari diri menuju DIA, dari diri menuju diri sendiri saja susahnya minta ampun, perlu pembiasaan dan latihan-latihan yang istimror (kontinyu). Sering kali kita saksikan, ada orang-orang  yang sukses mengarahkan, mengerahkan dan menggerakkan ribuan orang untuk melekukan apa saja sesuai dengan kepentingan mereka, tetapi pada saat yang sama mereka  gagal mengarahkan n menggerakkan dirinya sendiri menuju kesadaran diri yang akhlaqul kariimah. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar